Spread the love

Sudah dibaca 4320 kali

Kelas Jamur
Kirana di dalam kelas jamur

Rabu pagi ini, 29 Juli 2015, adalah hari pertama Kirana masuk sekolah. Ia masuk kelas playgroup. Sekolahnya terletak di sebuah kompleks perumahan di kawasan Tangerang Selatan, Banten.

Usai mandi, Kirana memakai seragam olahraga berwarna merah jambu. Ia kemudian sarapan dengan Umi Winy pakai nasi dan abon sapi. Sebelum berangkat, kami duduk di tikar bambu ruang tamu. Saya membacakan sebuah dongeng dari buku berjudul Kumpulan Dongeng Binatang karya Anne-Marie Dalmais. Baru kemarin siang buku itu sampai ke rumah saya, dikirim oleh seorang teman yang tinggal di Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Saya membacakan cerita berjudul Wili dan Balonnya. Fabel itu bercerita tentang kegemaran seekor tikus ladang mengoleksi balon. Karena koleksi balonnya terlalu banyak, balon-balon itu menerbangkannya. Untung ada elang laut, temannya, yang menolongnya dengan mematuk balon berbentuk ikan. Kirana tampak senang mendengar cerita itu.

Setelah menyimak dongeng, kami keluar rumah. Kirana mencari sepatu hitamnya, tapi tidak ketemu. Saya turut mencari, namun tidak ketemu juga. Akhirnya Kirana pakai sandal merah jambu bergambar tokoh Frozen. “Kalau masuk kelas, kan, tidak pakai sandal,” bujuk saya.

Buku

Di luar, kami bertemu Nenek. Kami bertanya apa dia melihat sepatu hitam Kirana. “Coba lihat di mobil,” katanya. Lalu saya menuju mobil yang parkir di garasi. Ternyata sepatu itu memang di sana, di bawah kursi terbungkus plastik putih. “Ayo, pakai sepatu,” kata saya pada Kirana. Dengan setengah merajuk, ia memakai sepatu hitam dan kaus kaki merah-putih.

Saya mengantar Kirana dengan sepeda motor. Sekitar lima menit kemudian kami sampai di sekolah. Waw, suasana sekolah ramai sekali! Para orang tua berdiri di depan kelas, sementara murid-murid sudah masuk ke kelas masing-masing. Saat masuk ke sekolah, Ibu Kepala Sekolah menyambut kami dengan senyuman. Ia kemudian menuntun Kirana masuk ke kelas jamur.

Saya mengintip aktivitas Kirana di dalam kelas jamur dari jendela kaca. Ia kelihatan sangat bersemangat mengikuti guru. Di dalam kelas ada banyak siswa. Beberapa siswa masih ditemani orangtuanya.

Ramai
Orangtua menyaksikan anaknya belajar di dalam kelas

Membacakan dongeng

Saya memang berniat mengantar Kirana di hari pertamanya masuk sekolah. Bagi saya, itu adalah hari bersejarah yang akan terus dikenangnya. Sebab, mulai hari ini, ia akan akrab menimba ilmu di sekolah formal hingga bangku kuliah nanti. Hitung-hitung mengikuti anjuran Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan agar orangtua mengantar anaknya ke sekolah di hari pertama masuk sekolah.

Kedua, saya sejujurnya kangen berada di tengah suasana ramai kegiatan belajar balita. Saya pernah mengajar di Pendidikan Anak Usia Dini selama 2,5 tahun. Keriangan belajar bersama anak-anak generasi penerus bangsa itu begitu ‘memabukkan’.

Saya pun berpikir untuk membacakan dongeng sebelum Kirana berangkat ke sekolah. Dulu pun, ketika mengajar di PAUD, saya suka mendongeng. Saya teringat cerita seorang sastrawan yang meneliti kegiatan pembelajaran di sebuah sekolah internasional di Jakarta. Tiap pagi, sebelum memulai kegiatan pembelajaran, sang guru membacakan buku cerita. Murid-murid hanya mendengarkan. Jika dalam seminggu buku itu selesai dibacakan, maka dalam setahun ada sekitar 40 buku yang selesai disimak oleh murid-murid.

Begitulah, saya dan istri mengenalkan buku kepada Kirana sejak ia masih bayi. Buku pertamanya adalah buku bergambar dari kain. Buku kedua, ketiga, dan kesekian adalah setumpuk buku paket hardcover yang dibeli istri saya secara arisan—karena harganya yang relatif mahal.

Kami bersepakat untuk mengawal pertumbuhan Kirana dengan buku. Kami ingin ia mencintai buku, menjadi pembaca dan penulis buku. Saya sengaja memberi nama ‘Aisha’ dalam nama panjangnya karena terinspirasi dari Siti Aisyah, istri Nabi Muhammad Saw, yang sangat pintar dan berpengetahuan luas.

Semoga kamu menjadi anak salehah, kelak menjadi mujahidah, dan memimpin negeri dengan keilmuanmu yang tinggi, Kirana. Lihatlah buku-buku di rak kayu itu, yang sudah menguning dan masih bersampul plastik, menunggu tangan mungilmu membuka halaman demi halamannya.