Spread the love

Sudah dibaca 1247 kali

Boros itu temannya setan, itu ungkapan yang saya dengar sejak kecil. Kalimat yang sering keluar dari orang-orang dewasa dan orangtua. Kini, ternyata, ungkapan itu bukan sebuah kesepakatan di antara orang-orang dewasa dan orangtua. Sebab, saya lihat, banyak orang dewasa dan orangtua berbuat boros di banyak aktivitas.

Berikut ini beberapa perbuatan boros yang kadang dan sering saya lihat di lingkungan kantor saya.

Pertama, membuka kran ketika tidak membutuhkannya. Awalnya kran dibuka untuk membasahi wajah, rambut, atau untuk kumur. Kemudian air dibiarkan terus mengalir deras di atas wastafel. Padahal bisa saja kran ditutup atau debit airnya dikecilkan sementara ia melakukan tiga aktivitas itu.

Kedua, segera menutup pintu lift. Mereka tidak peduli orang-orang yang menyusul atau berlari-lari di belakangnya. Beberapa detik usai masuk lift, mereka langsung menekan tombol tutup. Sekali naik, lift membutuhkan tenaga ribuan watt. Andai mereka menunggu sebentar saja penumpang lain di belakangnya, mereka telah melakukan penghematan.

Ketiga, ambil air wudhu. Banyak orang ambil air wudhu dengan memutar kran pol sehingga air deras yang mengalir. Terlebih saat mencuci kaki. Padahal dengan sedikit kucuran air, ia bisa berwudhu dengan sempurna. Lalu apa hubungannya perbuatan boros yang dilarang Tuhan dengan ibadah shalat yang diperintahkan Tuhan dalam pandangan orang seperti ini? Tidak ada!

Keempat, buang puntung rokok yang masih panjang. Ada larangan merokok di lobi kantor, walau ada saja beberapa orang dan petugas keamanan merokok di dalamnya. Ketika akan masuk lobi, rokok dimatikan atau dibuang begitu saja walau masih panjang. Ini tentu suatu pemborosan. Rokok harganya mahal. Asapnya, kalau dibuang tanpa mematikan rokok, dapat membuat orang, terutama perokok pasif, yang menghirup si asap sakit dan mengeluarkan banyak uang agar sembuh. Tak satupun saya lihat yang berhemat, misalnya mematikan rokok dan menyimpan sisanya untuk diisap kembali saat keluar kantor.

Boros, akhirnya, menjadi gaya hidup. Tak terkait ajaran agama. Tak berhubungan dengan norma sosial.*

 

Jakarta, 13 Juni 2013