Antara Pekerjaan, Keluarga, dan Harmoni
Sudah dibaca 1288 kali
Anda termasuk pekerja yang waktunya lebih banyak terserap untuk kantor daripada keluarga? Kalau ya, mengadakan acara santai yang menghadirkan rekan kerja dan keluarga dalam satu waktu bisa jadi pilihan terbaik.
Itulah yang hari ini, Sabtu (10/10/2015), dilakukan oleh para rekan kerja di kantor saya; Sub Bagian Data dan Informasi, Sekretariat Ditjen Dikdasmen Kemendikbud. Berlokasi di rumah Pak Bambang Suprianto di Perumahan Villa Mutiara, Sawah Baru, Tangerang Selatan, saya dan teman-teman berkumpul untuk menjalin silaturahmi lebih erat.
Acaranya cukup sederhana; kumpul, perkenalan keluarga, makan bareng, foto bersama, pulang. Tak ada perbincangan berat seputar pekerjaan. Lha ini memang acara kumpul-kumpul saja, bukan rapat, workshop, atau seminar.
Pencetus acara ini Mas Satriyo Wibowo Sang Kasubbag Data dan Informasi. Ia orang “baru” di subbag ini. Baru sekitar sebulan ia dilantik jadi pejabat eselon IV menggantikan Pak Supriyatno yang kini bertugas di Pusat Kurikulum dan Perbukuan. Sebelumnya ia staf di Subbag Program dan Anggaran.
Mas Satriyo, begitu kami memanggilnya, ingin pegawai di Subbag Data dan Informasi memiliki hubungan yang erat. Sebab selama ini pola kerja para pegawai terkesan sendiri-sendiri. Masing-masing pegawai yang mengurusi Dapodik, laman, dan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah tampak bekerja secara terpisah. Akhirnya, ada di antara pegawai yang tidak saling kenal.
Terlebih masuk anggota “baru” dari Ditjen Dikmen sebanyak 6 orang—imbas dari peleburan Ditjen Dikdas dan Ditjen Dikmen menjadi Ditjen Dikdasmen. Maka, mengadakan acara santai yang menghadirkan rekan kerja dan anggota keluarga di satu waktu adalah pilihan tepat.
Melalui acara ini, antarpegawai dapat bicara dengan leluasa mengenai topik apa saja dalam suasana santai dan kekeluargaan. Tak ada sekat senioritas dan status atasan-bawahan. Semua lebur dalam suasana kekeluargaan.
Antaranggota keluarga juga bisa saling bertegur sapa dan berbagi cerita. Merekalah orang-orang yang berjasa menjaga keutuhan keluarga selama suami/istri mereka bekerja siang-malam menyelesaikan urusan negara. Mereka berhak tahu siapa saja rekan kerja suami/istri mereka di kantor. Dengan tahu wajah dan karakter rekan kerja suami/istri, akan muncul rasa percaya atas kinerja pasangan di kantor. Mereka tak lagi khawatir saat melepas suami/istri meninggalkan rumah untuk menyelesaikan tugas-tugas kantor.
Rencananya, acara perdana ini akan terus berlanjut. Dua bulan sekali, acara kekeluargaan ini digelar secara bergiliran. Dengan begitu, Mas Satriyo berharap, kinerja pegawai semakin meningkat.
Tak Sampai di Sini
Sebenarnya bisa saja setelah acara hari ini masing-masing anggota keluarga meneruskan jalinan komunikasi. Komunikasi bisa dilakukan secara individual maupun kelompok.
Jalinan kelompok, misalnya, istri atau suami pegawai Subbag Data dan Informasi membentuk grup Whatsapp, Black Berry Messenger, Facebook, atau situs jejaring sosial lain. Dalam grup tersebut tiap anggota dapat berbagi cerita, berbagi pengalaman, dan berbagi suka-duka seputar, misalnya, pengasuhan anak selama beberapa hari ditinggal suami/istri bekerja, menghadapi situasi berat keuangan keluarga di tanggal tua, atau menjaga emosi suami/istri ketika menghadapi tekanan kerja.
Di sisi lain, grup WhatsApp pegawai Subbag Data dan Informasi yang telah ada juga bisa dimaksimalkan untuk acara bagi cerita, pengalaman, dan suka-duka. Diskusi digulirkan dengan beragam tema, misalnya bagaimana menghadapi suami/istri yang selalu marah tiap ditinggal kerja beberapa hari, bagaimana mengatur keuangan keluarga di saat harga barang kebutuhan pokok melonjak sementara pendapatan berkurang, atau bagaimana strategi terbaik agar anak tidak menangis saat ditinggal kerja—ini masalah pribadi yang dihadapi banyak pasangan muda seperti saya.
Jadi grup WhatsApp tak hanya berisi pengumuman formal kegiatan, meme lucu, atau humor-humor segar. Grup bisa dimaksimalkan untuk merekatkan emosi dan memberikan motivasi antaranggota grup.
Begitulah. Tujuan utama orang bekerja adalah untuk kepentingan keluarga. Jangan sampai pekerjaan malah membuat hubungan antaranggota keluarga rusak, suami-istri cerai, atau orangtua-anak bermusuhan. Jangan pula kepentingan keluarga mendominasi pekerjaan kantor.
Antara pekerjaan dan keluarga diletakkan secara seimbang dan proporsional. Masing-masing saling melengkapi sehingga terjadi harmoni. Dengan begitu kepentingan kantor yaitu menjaga amanah dan kepentingan keluarga yakni menggapai kesejahteraan berjalan beriringan secara mantap.*
Leave a Reply