Spread the love

Sudah dibaca 785 kali

Sumber: CNN Indonesia.com

Selama 18,5 tahun mengenyam bangku persekolahan dan perkuliahan, saya lulus dengan penuh kebingungan: ke mana saya harus bekerja? Ke mana saya harus melamar pekerjaan dengan gaji besar?

Selama 12 tahun sekolah dan 6,5 tahun kuliah, dua pertanyaan itu tidak pernah terpikir oleh saya. Dampaknya begitu besar bagi hidup saya: usai wisuda, tiap hari saya membuka koran mencari iklan lowongan kerja yang sesuai dengan keahlian saya, sebar pesan ke teman-teman minta info lowongan kerja.

Tahun 2006 itu saya bersaing dengan ribuan lulusan perguruan tinggi plus jutaaan sarjana dan lulusan D-1, D-3, SMA, SMP, dan SD yang belum dapat pekerjaan di tahun sebelumnya. Pekerjaan apapun, pikir saya waktu itu, akan saya terima berapapun gajinya asal saya bisa keluar dari stempel “pengangguran”. Malu pada orang tua, tetangga, dan saudara karena disekolahkan ujung-ujungnya jadi pengangguran.

Saat dapat pekerjaan, saya harus menerima kenyataan bahwa lokasi pekerjaan jauh dari rumah dengan gaji kecil. Butuh 8 bulan dari penyisihan gaji untuk membayar uang muka kredit sepeda motor. Setelah berhasil kredit motor, saya masih harus mengurut dada karena sisa gaji setelah penyisihan sana-sini (termasuk sepertiga gaji untuk bayar cicilan motor) tiap bulan sangat kecil. Saat itu saya bertanya dalam hati: dengan biaya pernikahan sekian juta, berapa tahun lagi saya bisa mengumpulkan dana sebesar itu dari hasil menabung sisa gaji per bulan? Kapan saya bisa nikah?

Itu pengalaman hidup saya yang mungkin juga dialami oleh banyak orang. Pasti ada yang lebih beruntung dari saya dan yang kurang beruntung daripada saya. Intinya, bangku sekolah dan kuliah yang saya duduki selama puluhan tahun dengan beragam ilmu yang kebanyakan tidak berguna bagi kehidupan saya, tidak membuat hidup saya berkecukupan. Bahkan, saya masih belum lepas dari ketakutan bahwa jika tiba-tuba saya berhenti kerja, ke mana saya harus cari pekerjaan baru untuk menafkahi keluarga.

Kini pertanyaan yang harus saya dan kita semua jawab: apakah kita akan membiarkan kondisi itu terulang pada anak-anak kita? Kalau tidak mau terulang, apa yang harus dilakukan?

Kunciran, Tangerang, 21 Juli 2021