Spread the love

Sudah dibaca 3590 kali

 http://www.dreamstime.com/royalty-free-stock-photos-no-charge-toilet-image11834628

Sekian tahun saya mewawancarai narasumber peliputan, baru sekali saya diberitahu cara buang air kecil alias kencing alias pipis yang benar. “Siram, kencing, siram, oke!” kata Pak Susanto, Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Provinsi Jawa Timur, pada pertengahan September 2015 lalu di sela Rapat Kerja Nasional UKS di Depok, Jawa Barat.

Ia mengkritik banyak sekolah yang megah tapi kamar mandinya bau pesing. Ini karena para penggunanya, kata lelaki 74 tahun itu, tidak tahu bagaimana cara pipis yang baik.

Meskipun saya baru dengar nasihat semacam itu, dalam keseharian saya sudah mempraktikkannya. Saya lupa belajar dari siapa. Sebab, dalam logika saya, agar toilet tidak bau, kalau pipis ya harus disiram air seninya. Agar tidak bau, lantai atau dinding tempat pembuangan harus disiram dulu. Air seni yang jatuh ke permukaan yang basah tidak akan menempel dan menimbulkan bau—mungkin lain perkara jika yang pipis habis makan jengkol atau pete sekilo.

Kadang, di toilet umum, mal atau hotel, sering saya lihat orang pipis langsung ke urinoir (tempat pembuangan air seni). Selesai pipis, baru ia tekan tombol yang mengucurkan air. Sialnya, banyak juga yang setelah menekan tombol, air tak kunjung keluar alias rusak. Akhirnya, mereka tidak bisa cebok.

Yang benar, kan, tekan tombol urinoir lebih dulu baru pipis. Kalau air urinoir tidak keluar, ya cari urinoir yang masih berfungsi alias tidak keluar.

Problemnya, di beberapa mal dan hotel, urinoirnya bersifat otomatis alias pakai sensor. Artinya, air baru keluar setelah kita bergeser atau meninggalkan urinoir. Saya heran dengan pihak yang memasang urinoir macam ini. Mereka tidak berpikir bahwa orang pipis butuh cebok. Kalau pengin cebok saja harus bergeser dulu, orang lain baal lihat ‘barangnya’ dong! Jika saya berada di mal atau hotel macam ini, saya memilih untuk tidak pipis di situ atau saya pakai cara sendiri: bawa botol air mineral dan cebok di situ.

Hal itu pula yang saya lakukan ketika pipis di bandara I Gusti Ngurah Rai. Dulu urinoir bandara di Bali ini normal. Sekarang, setelah direnovasi, semua urinoirnya pakai sensor. Makanya, tiap pipis di bandara ini, saya selalu bawa air mineral. Okelah urinoir pakai sensor, tapi pemakainya tetap saja harus cebok terutama yang beragama Islam. Orang yang tidak cebok, air seninya akan menempel di celana dalamnya. Celana dalamnya bau mengandung najis. Islam melarang umatnya salat dengan pakaian yang mengandung najis.

Disebut kampungan? Terserah. Saya kira, yang kampungan adalah pengelola bandara, mal, atau hotel yang memaksa pemakai toiletnya untuk tidak cebok pakai air—cebok pakai tisu juga terasa menggelikan dan kurang afdol. Lebih keren urinoir yang pakai sensor namun masih bisa mengeluarkan air saat sensornya ditekan seperti toilet di bandara Soekarno Hatta.

Susanto ok
Susanto

Kembali ke kritik Pak Susanto. Jika toilet sekolah megah saja bau pesing, bagaimana dengan sekolah yang biasa-biasa saja? Tergantung para penggunanya. Jika siswa dan gurunya tahu bagaimana cara pipis yang asyik, pasti toilet itu tidak bau pesing.

Soal bau pesing, kita semua tahu bahwa sebagian orang di muka bumi ini menganggap pipis bisa di mana saja, tak mesti di toilet. Mereka pipis di kebun, pinggir jalan, bahkan terminal. Rata-rata mereka adalah kaum lelaki.

Biasanya mereka kebelet pipis dan tak sempat atau tak menemukan toilet. Sopir taksi, angkutan kota, atau truk, kadang terlihat pipis di pinggir jalan dengan memakai pintu mobil sebagai alat penutupnya.

Selain jalan raya, lokasi favorit sebagian manusia itu buang air kecil adalah terminal. Terminal difungsikan sebagai toilet umum terbuka meskipun biasanya di terminal itu tersedia toilet umum. Kalau kita singgah di sejumlah terminal di Jakarta, hidung kita pasti mencium bau pesing.

Mereka tahu pipis sembarangan akan membuat pesing terminal, mengganggu sopir dan penumpang lain. Mengundang banyak bibit penyakit. Tapi mereka tidak peduli. Itu repotnya. Sayangnya, rasanya tak pernah terdengar ada orang ditangkap petugas trantib karena ketahuan pipis di sembarang tempat. Makanya orang-orang penganut mazhab ‘toilet adalah di mana kamu berada’ merasa bebas melakukannya. Tak ada sanksi bagi pelakunya.

Dulu ada lagu anak-anak tentang pipis. Judulnya Jangan Pipis Sembarangan. Begini liriknya:

Hei…jangan pipis sembarangan

Hei… itu ganggu kesehatan

Itu dia di sana tempatnya

Jangan malas

Hei… jangan pipis sembarangan

Saya yakin, mereka yang pipis sembarangan tidak pernah dengar lagu ini. Kalau pernah dengar, ya berarti orang dewasa itu memang malas dan tidak peduli nasihat anak-anak. Sehingga alangkah baiknya jika ada lagu orang dewasa yang berisi tentang anjuran agar buang pipis tidak sembarangan.

Bayangkan jika jumlah penganut mazhab ‘toilet adalah di mana kamu berada’ semakin membesar, maka banyak sekali fasilitas umum bau pesing; terminal, stasiun, bandara, sekolah, rumah sakit, kantor, rumah tinggal. Ini sangat mengkhawatirkan. Makanya sudah sepantasnya anak-anak dan saudara kita diberi pelajaran tentang kebaikan pipis di toilet dan cara pipis yang asyik: siram, kencing, siram, oke!

Pengajaran pipis di toilet, seperti pengajaran untuk buang sampah di tempatnya, memang harus dilakukan kepada anak sejak usia dini. Sebab kedua perilaku ini memiliki kesamaan: sama-sama buang sampah. Bedanya, pipis membuang benda cair sementara buang sampah umumnya membuang benda padat.

Orang yang buang sampah sembarangan rata-rata berpendidikan—padahal di sekolah mereka pasti pernah diajarkan untuk buang sampah di tong sampah. Status ekonominya miskin ataupun kaya. Kita sering melihat orang buang sampah dari dalam mobil seolah semua tempat di luar mobilnya adalah tong sampah. Maka bolehlah kita khawatir jika suatu saat orang bermobil tak lagi berhenti saat ingin buang air kecil. Mereka pipis saat mobil sedang berjalan seakan semua tempat di luar mobilnya adalah toilet. Entah bagaimana cara pipisnya.

Pipis, dalam ajaran Islam, juga mendapat perhatian. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ad Daruquthni, dari Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad Saw pernah bersabda, “Bersihkanlah diri dari kencing. Karena kebanyakan siksa kubur berasal dari bekas kencing tersebut.”

Jadi, sekali lagi, yuk pipis dengan asyik: siram, kencing, siram, oke!