Spread the love

Sudah dibaca 1152 kali

Hasan Aspahani and Me

Berbincang dengan penyair yang buku puisinya Pena Sudah Diangkat, Kertas Sudah Mengering mendapatkan penghargaan sebagai Buku Puisi Terbaik Anugerah Hari Puisi Indonesia 2016, Hasan Aspahani, sangat menyenangkan. Saya yang bukan apa-apa bisa mendapat banyak pelajaran mengenai proses kreatifnya dalam berkarya hingga mendidik anak. Sabtu (18/1/2020) kemarin, di sela acara Kemah Literasi Kaltara, saya memanfaatkan waktu berinteraksi bersamanya dengan bertanya banyak hal mengenai dunia sastra tanah air. Di acara yang diadakan oleh pegiat literasi Kota Tarakan itu, Hasan menjadi narasumber pelatihan menulis nonfiksi. Saya sendiri narasumber tentang Gerakan Literasi Sekolah.

Hasan, menurut saya, memiliki kecakapan di bidang penulisan yang lengkap: fiksi dan nonfiksi. Ia penyair dan jurnalis. Ia juga penulis buku Chairil (Gagas Media, 2016), sebuah buku biografi penyair besar negeri ini: Chairil Anwar. Kini, ia menjadi vlogger!

Saya tahu ia kini juga menjadi vlogger saat ia, usai makan siang di Bumi Perkemahan Pantai Amal Tarakan, bercerita tentang kegiatan barunya mewawancarai sejumlah penyair kenamaan negeri ini, sebut saja Presiden Penyair Sutardji Calzoum Bachri dan Joko Pinurbo di kanal Youtube-nya: ‘Juru Baca – Hasan Aspahani’. Di kanal itu ia juga mengulas banyak hal tentang puisi: membuat, memahami, dan menyelaminya.

Bagi saya, ini sebuah terobosan yang patut diapresiasi. Sebab, belum banyak penyair yang ngevlog, berbagi proses kreatif dan mengulas karya-karya sastrawan lain. Terlebih proses kreatifnya itu ditunjang dengan riset menggunakan kerja-kerja jurnalistik yang selama sekitar 20 tahun dijalaninya (ia pernah menjadi Wakil Pemimpin Redaksi Harian Batam Pos). Ia melakukan riset lebih dulu dengan membaca tulisan-tulisan dan ulasan tentang sastrawan yang akan diwawancarai. Ini mengingatkan saya kepada banyak penulis kenamaan yang sebelumnya bekerja sebagai jurnalis, antara lain (alm.) Arswendo Atmowiloto, Gol A Gong, dan Ahmad Fuadi—kini Gol A Gong juga ngevlog, berbagi ilmu kepenulisan dan pengelolaan taman bacaan masyarakat.

Menurut Hasan, ngevlog bagian dari eksperimennya dalam berkreasi yang menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Ia miris melihat begitu banyak anak muda yang rajin menyimak para youtuber yang, kalau kontennya ditilik lebih jauh, tidak bernas. Mengangkat proses kreatif bersastra sekaligus mengeksplorasi kerja-kerja kreatif penyair maestro yang kini rata-rata sudah sepuh (agak mustahil kalau minta mereka berbagi ilmu dengan ngevlog) merupakan celah konten yang belum banyak dimainkan.

Dulu Hasan memandang aneh mengapa orang berlomba-lomba bekerja untuk Youtube. Setelah menyimak bagaimana pembagian hasil antara Youtube dan pemilik kanal, bahwa Youtube membagi kue iklan kepada pemilik konten yang membuka kanal di Youtube, Hasan merasa ini bentuk kerja sama yang adil. “Kita cukup menjadi kreator konten,” katanya. Yang lebih penting, ia merasakan dengan melalui Youtube bisa berbagi banyak hal kepada orang-orang.

Hasan Aspahani

Menurut Hasan, mengungkap proses dan kerja-kerja kreatif para sastrawan merupakan pekerjaan besar. Jika dulu Hans Bague Jassin mendokumentasikan proses kreatif, profil, karya, dan perjalanan para sastrawan dalam bentuk media cetak, kini siapa yang mau menjalankan hal yang sama menggunakan media elektronik? Kenapa media elekronik? Pertama, karena media ini dapat bertahan lama dan mudah direproduksi, beda dengan media cetak yang mudah rapuh dan butuh biaya besar untuk perawatan. Kedua, daya jangkaunya sangat luas dengan memanfaatkan media sosial.

Setelah membuat biografi Chairil Anwar, kini Hasan tengah membuat biografi penyair Sapardi Djoko Damono. Jika ia membutuhkan waktu 11 bulan untuk melakukan riset dan menulis buku Chairil, ia membutuhkan waktu 3 tahun untuk membuat biografi Sapardi (tahun ini memasuki tahun ke-3). Ia mengaku sebelumnya agak sulit merayu Sapardi agar berkenan profilnya dibuat biografi.

Kesan yang saya dapat dari Hasan adalah ia melakukan kerja-kerja ilmiah (kajian pustaka dan wawancara) dalam mendalami sebuah proyek penulisan/vlog. Ia misalnya, sebelum ngevlog dengan penyair Joko Pinurbo (akrab disapa Jokpin) selama lebih dari setengah jam, mencari referensi lebih dulu tentang perjalanan Jokpin dalam bersyair. Jadi sebelum bertemu Jokpin, ia sudah tahu kapan Jokpin mulai menulis puisi, dulu Jokpin menyematkan kata ‘Philipus’ di depan namanya lalu dihapus, atau dulu menggunakan ‘Komunitas Permenungan Tunggal’ sebagai pengenal identitas di media yang memuat puisinya.

Hasan kini sudah keluar dari pekerjaannya sebagai wartawan. Setelah lama bermukim di Batam, ia kini tinggal di Jakarta, menghabiskan waktu dengan menulis dan mendidik kedua anaknya Shiela (kini mahasiswi di Universitas Indonesia) dan Ikra (kini siswa di SMA Labschool Kebayoran). Apakah Hasan mengarahkan anak-anaknya untuk mengikuti jejaknya menjadi penyair? Ia jawab: tidak. Tapi pasti mereka diarahkan untuk cinta baca buku, dong? Ia jawab: cukup dengan memberikan contoh.

Memberikan contoh, maksudnya, ia cukup membaca di depan mereka tanpa menyuruh mereka untuk ikut membaca. Ia yakin ini cara ampuh bagi anak-anak generasi milenial yang rata-rata memiliki watak suka-suka dan tidak suka dipaksa. Ia juga tidak membatasi bujet pembelian buku sehingga anak-anaknya merasa bebas membeli dan membaca buku yang disukai.

Hasan punya cerita menarik mengenai Shiela. Ia pernah keheranan melihat meja Shiela dipenuhi buku karya Pablo Neruda (koleksi Hasan). Ia tidak bertanya langsung apa sebab Shiela suka baca buku-buku itu. Namun, saat ia berkunjung ke acara tahunan Makassar Writer Festival di selatan Pulau Sulawesi itu, dan bertemu dengan penyair Aan Mansyur di sana, ia baru mengerti bahwa Aan Mansyur sering menyinggung tentang Neruda dalam karya-karyanya.

Bertemu Hasan seperti bertemu pustaka tentang sastra. Dari sekian buku sejarah sastra tanah air yang pernah saya baca, saya bisa mengonfirmasi dan mendalaminya melalui Hasan. Tentang Chairil Anwar, W.S. Rendra, Taufik Ismail, dll. Berbincang dengannya, sekali lagi, sungguh menyenangkan.

 

Tangerang, 19 Januari 2020. 23:02 WIB.