Catatan Kecil dari Kemah Literasi Kaltara
Sudah dibaca 1116 kali
Kalimantan Utara membuka lembaran tahun 2020 dengan kegiatan yang menjanjikan: Kemah Literasi Kaltara. Acara perdana ini digelar di Bumi Perkemahan Padepokan Asad, Pantai Amal, Tarakan, Kalimantan Utara, pada 17—19 Januari 2020. Acara diikuti oleh guru, pegiat literasi, dan mahasiswa. Peserta terjauh yaitu guru dari Sumatera Selatan.
Narasumber yang dihadirkan juga berasal dari dalam dan luar Kalimantan Utara (Kaltara). Dari luar Kaltara yaitu Adamas Belva Syah Devara (Staf Khusus Presiden RI), Hasan Aspahani (sastrawan), Dewi Utama Faizah (Yayasan Amind), Ahmad Nurkhalish (penyair dan Camat Samboja, Penajam Paser), Nuradi Indrawijaya (Pendiri TBM Mata Aksara Yogyakarta), dan Tatty Elmir (Pendiri Forum Indonesia Muda), Gufron Amirullah (Pendiri REM 15), Ahmad Basori (SDIT Integral Lukmanul Hakim, Grobogan), dan saya. Narasumber dari Kaltara yaitu Handoko Widagdo (Manajer INOVASI untuk Kaltara), Arkanata Akram (Ketua Pokja Literasi Kaltara), dan Tim Bank Indonesia Kaltara. Materi yang disampaikan seputar gerakan literasi, kepenulisan, komunitas literasi, dan kerelawanan.
Saya sendiri baru tiba di acara tersebut pada Sabtu pagi (18/1/2020). Berangkat dari rumah pukul 02.30, naik Lion Air pukul 05.00 dan tiba di Bandara Juwata, Tarakan, pukul 08.50—keberangkatan dan kedatangan sesuai jadwal, tidak ada delay seperti biasa dulu. Setiba di Tarakan, saya dijemput oleh Wiwin, mahasiswi Universitas Borneo Tarakan yang berperan sebagai Liaison Officer. Dalam perjalanan, saya membuka ponsel dan mendapatkan kiriman Whatsapp dari Pemimpin Redaksi Tribun Kaltim Ade Mayasanto, senior saya dulu di Lembaga Pers Kampus Universitas Negeri Jakarta. Ia bertanya mengenai acara Kemah Literasi dan hendak mengirimkan wartawannya di Tarakan untuk meliput. (Ini salah satu liputannya: Kemah Literasi Kaltara 2020. Distribusi Buku Kendala Gerakan Literasi di Daerah Perbatasan)
Sampai di lokasi, Gubernur Kaltara Irianto Lambrie tengah menyampaikan pidato. Pidatonya bagi saya cukup berbobot, pengaruh dari pengalamannya sebagai dosen dan birokrat. Salah satunya tentang perlunya meniru Jepang dalam membangun negara. Katanya, Restorasi Meiji menjadi penanda Jepang memasuki abad modern dengan budaya sebagai identitas kebangsaan. Kinerja, karakter, dan perilaku masyarakat Jepang hingga kini tetap terjaga dan menjadi faktor pendukung utama kemajuan Negeri Matahari Terbit itu.
Acara sambutan dilanjutkan dengan pembacaan puisi oleh Bunda Baca Kaltara Rita Irianto Lambrie (puisi ciptaan Dharmawati; Kepala SDN 037 Tarakan, guru teladan, dan Pembina Forum Guru Tapal Batas), pemotongan tumpeng, pemberian penghargaan, dan pembacaan puisi oleh Irianto sendiri. Di atas panggung yang tidak terlalu besar itu, Pemerintah Daerah menunjukkan eksistensinya sebagai pendukung utama gerakan literasi di Kaltara.
Usai sambutan, acara pemberian materi dimulai. Karena Belva belum tiba, panitia memajukan acara presentasi saya. Okelah. Saya memberikan materi bertajuk ‘Strategi, Inovasi, dan Kolaborasi dalam Menciptakan Budaya Literasi di Sekolah’. Dalam sesi tanya-jawab, banyak peserta yang bertanya. Karena waktunya pendek, hanya satu jam, tidak semua bisa diakomodasi. Saya membuka diri untuk ditanya usai acara. Tiap peserta yang bertanya mendapat buku, pembatas buku, dan pin GLS. Ya, berangkat dari rumah, saya membawa sekoper buku (pemberian teman Gramedia), beberapa buku manual GLS, pin GLS, dan pembatas buku.
Salah satu peserta yang menghampiri saya usai acara adalah seorang guru PAUD dan SD di Kabupaten Tana Tidung, Kaltara, Bu Laila namanya. Ia bercerita bahwa kebiasaannya mendongeng di PAUD dibawa ke SD ternyata sangat berguna. Siswa SD kelas rendah yang diampunya suka didongengi dan dibacakan buku. Problemnya, ia kekurangan buku untuk perpustakaan sekolah.
Usai makan siang, secara berurutan digelar acara diskusi panel yang menghadirkan Adamas Belva, Dewi Utama, dan Handoko Widagdo; materi oleh Nuradi Indrawijaya; dan materi oleh Hasan Aspahani sampai sore. Di sela acara, saya menyambangi warung kopi di dekat kawasan perkemahan untuk mengusir kantuk, berbincang dengan sastrawan Hasan Aspahani (konten diskusi bisa disimak di tautan ini: Belajar Kepada Hasan Aspahani).
Malam, kami diajak makan malam bersama Wali Kota Tarakan dr. Khairul beserta istri Sitti Rujiah, Bunda Baca Tarakan yang baru dilantik oleh Bunda Baca Kaltara. Makan di Lemakan Samudra, sebuah restoran makanan laut (seafood) apung di Kota Tarakan. Lokasi restoran ini cukup unik. Untuk mencapainya, kendaraan melewati jalan kayu di atas pesisir sepanjang ratusan meter.
Sambil menunggu pesanan datang, juga Wali Kota yang sedang dalam perjalanan, saya berbincang dengan Handoko Widagdo. Saya sudah lama berkenalan dengannya saat ia masih bekerja di USAID Prioritas tahun 2016. Saya masih ingat, ia ikut acara Workshop Gerakan Literasi Sekolah di Yogyakarta sebagai peninjau. Setelah masa kerja USAID Prioritas berakhir di Indonesia, Handoko bekerja untuk INOVASI Kaltara.
Handoko seorang kutu buku. Dan, interaksinya dengan buku dipengaruhi masa stres. Semakin stres, waktunya untuk membaca semakin banyak. Yang saya kagumi darinya adalah ia selalu meresensi buku yang dibacanya. Sudah banyak resensinya dimuat di media massa. Ia disiplin membaca dan membuat resensi sejak awal 2000. Sejak 2003, ia telah meresensi sekitar 450 buku.
Wali Kota dan istri datang, kami bersalaman. Saya duduk di seberang Wali Kota. Suasana agak cair karena Wali Kota enak diajak bicara. Saya agak merasa tersanjung ketika ia mengambilkan saya nasi ke atas piring saya.
Dalam diskusi itu, Wali Kota bercerita tentang rencananya membangun komunitas bermain di sejumlah tempat. Ia telah mengalokasikan sejumlah dana. Lokasinya dibangun di kawasan padat penduduk. Ia akan melengkapinya dengan hotspot agar siapa saja yang datang dapat memanfaatkan fasilitas internet secara gratis. Selain membangun komunitas itu, ia ingin mewujudkan program-program pendidikan yang setahun lalu pernah disampaikannya saat kampanye pilkada. Ia telah menunjuk sejumlah personel untuk merumuskan secara konkret program-program pendidikannya. Salah satunya Dharmawati.
Menurut Dharmawati, komunitas bermain akan dikelola oleh relawan. Ia punya tim relawan yang bisa dikerahkan untuk mengelola komunitas-komunitas itu. Mereka akan menjalankan program literasi dengan melibatkan orang-orang di sekitar lokasi komunitas.
Mendengar Wali Kota ingin masyarakat teredukasi di komunitas itu, saya mengusulkan kepadanya agar di tiap komunitas disediakan katalog buku elektronik. Katalog ini berisi kode QR buku-buku elektronik yang bisa dipindai dengan ponsel. Anak-anak dan warga masyarakat yang ingin membaca buku tinggal memilih buku elektronik yang disukainya dengan memindai kode QR di katalog buku elektronik. Katalog buku elektronik merupakan salah satu solusi yang mempertemukan ‘budaya baru’ masyarakat yang suka bermain gawai dan kurangnya buku cetak di Tarakan.
Bunda Baca Tarakan bercerita tentang rencananya membuat kampung dongeng. Selama ini ia melihat dongeng sangat bagus untuk dikonsumsi anak-anak tapi warga yang belum bisa mendongeng masih banyak. Melalui kampung dongeng, ia ingin masyarakat bisa belajar mendongeng sekaligus menjadikannya destinasi wisata.
Usai acara yang ditutup dengan foto-foto, kami kembali ke penginapan. Di dalam mobil, saya duduk di samping Ahmad Nurkhalish, penyair yang juga Camat Samboja, Kabupaten Kutai Kartanegara. Samboja merupakan kecamatan di mana ibu kota negara RI akan dibangun. Saya bertanya upaya apa saja yang dilakukannya di bidang pendidikan dan budaya. Katanya, ia sudah membangun pusat kegiatan kebudayaan di Samboja. Di bidang pendidikan, perlahan ia akan mengubahnya agar berkembang lebih baik. Hanya ia merasa bergerak agak lamban karena guru-guru di sekolah yang hendak digerakkannya adalah juga gurunya waktu dia dulu bersekolah. Jadi ada perasaan tidak enak kalau dia memerintahkan guru-guru itu untuk melakukan sesuatu.
Setiba di penginapan yaitu Hotel Dynasty di Jalan Kusuma Bangsa, saya memanfaatkan waktu untuk berbincang dengan Hasan Aspahani dan Ahmad Nurkhalish. Rasanya sayang sekali jika melewatkan waktu tanpa belajar lebih banyak kepada kedua penyair itu.
Kaltara akan menjadi contoh Pemda yang peduli pada Gerakan Literasi Sekolah. Gubernur dan perangkatnya telah menunjukkan keberpihakannya dengan membuat Perda dan pengalokasian dana APBD. Semoga Kemah Literasi Kaltara menjadi acara tahunan.*
Tangerang, 20 Januari 2020. 23.31 WIB
Leave a Reply