Archives for Serial
54 Presiden dan Rakyat yang Mengecamnya
Nyeri yang menggigit telapak kaki Memet terasa semakin pedas. Ia merasa tak ada lagi peluang untuk selamat dari pengejaran oleh anjing herder itu. Menjadi yang dikejar memang tidak enak, apalagi…
53 Dan Tuhan pun Dilibatkan
Di sebuah persimpangan gang, Cepi dan Memet membelok dan bersembunyi di balik sebuah drum. Mereka menyenderkan punggung ke tepi dinding sembari mengatur napas. Cepi menjulurkan lehernya, menyisir pandang mulut gang…
52 Bercumbu dengan Penjahat
Dengan sekuat tenaga, Cepi dan Memet berlari kencang, kadang zig-zag, agar tidak digigit anjing herder yang kini mengejar penuh nafsu. Orang-orang yang dilintasi hanya menonton dan tertawa ngikik seperti melihat…
51. Melamar PNS
Setelah keluar dari penjara Sukamiskin, Cepi dan Memet kembali ke Jakarta. Kini mereka duduk di kaki menara sebuah masjid usai menjalankan salat Jumat. Air muka Cepi begitu bersinar. Ia menarik…
50 Bom Waktu
Cepi mengusap matanya yang dipenuhi kristal air sembari menatap rembulan yang mulai tertutup awan. Angin bertiup pelan, dingin, mengusik bulu kuduknya. Di sampingnya, Memet, dengan wajah yang juga sembap, mengelus…
49. Istikharah
Panas terik menyengat. Bedug magrib lima jam lagi. Memet mengusap peluh yang menjalari sekujur kulitnya. Dilihatnya Cepi sedang berleha-leha di bawah pohon beringin rindang. Memet duduk dan langsung gelosor di…
48. Antara Lapas dan Ramadan
Usai salat tarawih, Cepi dan Memet duduk-duduk di teras depan sel. Memet menatap bintang di langit yang bersinar redup. Ingatannya tertuju pada nasihat khatib. “Kata Pak Ustad, meski pahala puasa…
47. Kampanye Negatif
Cepi mendatangi Memet dengan wajah garang. Handuk kecil yang kuyup dengan keringatnya dilempar ke wajah Memet. ”Memet sompret! Sudah main politik di Lapas ini kamu hah?!” Memet yang kaget gelagapan,…