Ketika Oetje Frank Tekol Menggugat
Sudah dibaca 1741 kali

Oetje Frank Tekol adalah ‘darah segar’. Ketika The Rollies goyang pada awal tahun 70-an, ia masuk dan memberi nuansa baru pada grup band legendaris Indonesia ini. Kiprahnya memuncak saat band ini meluncurkan album bertajuk Kemarau di bawah label Musica Studio pada 1978. Ada 13 lagu dalam album ini: Kemarau, Segores Warna, Pengemis Tua, Kau Yang Kusayang, Wanita, Pesona, Jangan Terulang Lagi, Asmara, Syair Laguku, Dia Yang Maha, Cinta dan Dosa, Sentakan Sedih, Musik Kami.
Setahun kemudian, 1979, ‘gara-gara’ lagu Kemarau, The Rollies menerima penghargaan Kalpataru dari Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim. Lagu ciptaan Oetje Frank Tekol ini dianggap memuat misi dan pesan mengenai lingkungan hidup.
Mari kita simak lirik Kemarau:
Panas nian kemarau ini/Rumput-rumputpun merintih sedih/Rebah tak berdaya diterik sang surya/Bagaikan dalam neraka/Curah hujan yang dinanti-nanti/Tiada juga datang menitik/Kering dan gersang menerpa bumi/Yang panas bagai dalam neraka/Mengapa …Mengapa, hutanku hilang ?/Dan tak pernah tumbuh lagi …./Mengapa …Mengapa, hutanku hilang ?/Dan tak pernah tumbuh lagi …./Curah Hujan yang dinanti-nanti/Tiada juga datang menitik/Kering dan gersang menerpa bumi/Yang panas bagai dalam neraka/Mengapa …Mengapa, hutanku hilang ?/Dan tak pernah tumbuh lagi …./Mengapa …Mengapa, hutanku hilang ?/Dan tak pernah tumbuh lagi ….
Lirik lagu ini sangat sederhana dan puitis namun mengandung gugatan kuat terhadap fenomena perusakan alam yang mengganas. Penebangan hutan besar-besaran membuat Indonesia di tubir bencana. Banjir, tanah longsor, dan kekeringan menghantui anak negeri. Kemarau tak cuma datang di musim panas.
Idealisme Oetje Frank Tekol ihwal gugatan terhadap fenomena kontemporer terus berlanjut. Melalui Rockenrol Band, grup band dengan personel lima anak belia, yang pada pembukaan Festival dan Lomba Seni Siswa Nasional (FLS2N) 20 Juni 2011 mengguncang Celebes Convention Center (Triple C) Makassar, Sulawesi Selatan, ia hendak menggugat industri musik kontemporer yang homogen dan tak mengandung nilai-nilai keteladanan. “Dunia musik kita sekarang modelnya hampir sama semua. Tidak ada muatan. Kita mau ajarkan supaya ada isinya, yang bagus-baguslah,” ujarnya, Senin (20/6). “Kita mau coba lewat anak-anak. Kita mau membuat cara baru, cara mereka membawakan lagu dan misi lagu.”
Oetje Frank Tekol sudah menemukan cara baru menegakkan idealisme melalui dunia musik: lagu-lagu bernuansa pendidikan. Ia yakin pendidikan merupakan sarana dahsyat mengguncang dunia!*
Tulisan ini telah dimuat di laman: http://dikdas.kemdikbud.go.id/content/berita/utama/ketika-oetje-21-2-2-2.html
Leave a Reply