Menatap FLP DKI
Sudah dibaca 1562 kali
Menginjak umur yang ke-7, Forum Lingkar Pena DKI Jakarta sudah banyak berubah. Perubahan ini berbanding lurus dengan penataan keroganisasian, mulai dari pembangunan pondasi, pemantapan struktur, penguatan sistem, hingga penetrasi pasar. Itu dapat dilihat dari fokus kerja tiap kepengurusan yang berganti dalam periode dua tahunan.
Pada kepengurusan pertama di bawah kepemimpinan Saifulah M. Satori, fokus kerja lebih diarahkan pada konsolidasi anggota dan frekuensi pertemuan. Sejumlah pertemuan dan pelatihan digelar bersama pengurus FLP Pusat di bawah kepemimpinan Helvy Tiana Rosa.
Lambat laun anggota-anggota FLP DKI membuktikan kemampuannya dalam berkarya. Sebut saja Palris Jaya, Zaenal Radar Tantular, Azimah Rahayu, dan Andi Tenri Dala. Karya mereka dimuat di beberapa media ibukota. Sejumlah sayembara dan lomba kepenulisan juga diikuti. Prestasi di antara komunitas FLP tingkat nasional juga terukir. Pada Silaturahmi Nasional 2002, Palris Jaya juara 2 lomba cerpen kategori sastra dan Novia Syahidah salah satu finalisnya. Sementara Zaenal Radar juara 1 untuk kategori remaja.
Pada September 2002 FLP DKI masuk pada fase baru kepengurusan yang berfokus pada pengembangan struktur. Ini dilakukan mengingat jumlah anggota terus bertambah. Selain Badan Pengurus Harian yaitu Ketua, Sekretaris, dan Bendahara, dibentuk pula Divisi Kaderisasi. Divisi ini merancang dan menjalankan kegiatan yang berkaitan dengan pertemuan, diskusi, dan pengadaan event di luar.
Pada periode ini sejumlah perintisan dilakukan. Semua berdasar pada perubahan yang terus berjalan, terutama berkaitan dengan kaderisasi. Yang fundamental adalah penetapan jenjang Pramuda, rekrutmen, dan pengadaan kelas menulis per semester. Program ke luar adalah pembentukan ranting di tiga kampus, yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekolah Tinggi Administrasi Negara, dan Universitas Negeri Jakarta. Tempat pertemuan berpindah, dari masjid di belakang Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, ke Masjid Amir Hamzah Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat.
Kepemimpinan Azimah Rahayu berakhir pada akhir 2004, digantikan Andi Tenri Dala. Pada kepengurusan ke-3 ini, fokus organisasi ditujukan pada pemapanan sistem kaderisasi dan pengembangan divisi lainnya. Prestasi anggota-anggota FLP DKI juga terus muncul ke permukaan, seperti pemuatan karya di media massa ataupun dalam bentuk buku dan memenangi sayembara penulisan. Materi diskusi mingguan di jenjang Muda/Madya-yang diadakan paralel dengan pelatihan Pramuda-juga terus dimantapkan dan variatif. Kepengurusan Dala berakhir pada Januari 2007 dan berlanjut dengan kepemimpinan periode ke-4 sekarang ini.
Benang Merah
Apa benang merah dari perjalanan FLP DKI selama enam tahun tersebut? Bahwa sistem kaderisasi terus berevolusi seiring dengan peningkatan kualitas dan prestasi anggotanya. Inilah organisasi pengkaderan yang sebenarnya!
Hal inilah yang menjelaskan kenapa Forum Lingkar Pena layak menyandang predikat sebagai satu-satunya organisasi pengkaderan penulis di Indonesia yang konsisten dan terus bertahan hingga sepuluh tahun. Bahkan cabangnya kini merambah mancanegara, seperti Amerika Serikat, Jepang, Mesir, Hongkong, dan Eropa.
FLP, termasuk FLP DKI, berhasil menciptakan pasar sendiri. Gagasan keislaman yang konsisten diusung dan selalu mencari relevansi terhadap perubahan zaman.
Namun apa yang bisa menjelaskan kenapa ia mampu bertahan dan terus berkembang hingga sepuluh tahun? Tiada lain yaitu kerja keras para anggotanya dalam membangun organisasi. FLP DKI bisa bertahan selama tujuh tahun lantaran memiliki orang-orang yang rela mengorbankan waktu, harta, tenaga, dan pemikirannya demi kemajuan organisasi. Dan, sebagaimana organisasi lain, FLP DKI memiliki tim inti yang “terus hidup” sebagai lokomotif perkembangan. Tim inti inilah yang bertugas mempertahankan eksistensi dan terus meningkatkan kualitas organisasi.
Padahal FLP DKI, dapat dikatakan, merupakan “organisasi para pekerja”. Organisasi ini dipengaruhi oleh kultur kaum pekerja karena keanggotaannya didominasi oleh kaum pekerja-hanya sedikit yang mahasiswa bahkan pelajar. Sehingga pertemuan rutin diadakan hanya Ahad dan kegiatan yang digelar pada hari kerja kurang maksimal.
Ada satu hal yang menjadi kekuatan utama FLP DKI, yaitu pertemuan tiap Ahad. Keberadaan internet dan telepon hanya sarana pendukung yang tak bisa menggantikan kekuatan sebuah pertemuan. Sebab dalam pertemuan Ahad terjalin hubungan emosi antaranggota. Di sanalah perencanaan, kebersamaan, dan keterikatan emosi berawal.
FLP DKI akan terus berkembang mengusung zaman. Ia akan tetap bertahan di tengah arus kepentingan positif dan negatif dari anggota maupun orang-orang luar. Terlebih kini anggotanya mulai dipenuhi kaum pelajar (SMP, SMA, mahasiswa). Visi yang jelas serta aplikasi misi yang didukung oleh anggotanya merupakan “pagar kekuatan” bagi besarnya organisasi ini beberapa tahun ke depan.
*Artikel ini dimuat di Buletin PENA Edisi 11/Desember/2007 rubrik Ke-FLP-an. Buletin PENA merupakan media internal yang diterbitkan oleh FLP DKI Jakarta.
Leave a Reply