Spread the love

Sudah dibaca 1771 kali

Jika Anda bertandang ke Ternate, Maluku Utara, jangan lupa mencicipi bubur khas daerah ini. Namanya papeda. Bubur dari sagu ini dapat dijumpai di sejumlah warung tradisional yang tersebar di Kota Ternate.

Senin (26/3) siang saya menyempatkan diri, tepatnya diajak teman, menyambangi Pasar Terminal Baru yang berada di pusat kota—dinamakan demikian karena antara pasar dan terminal berdiri berdampingan. Kami masuk sebuah rumah makan sederhana, namanya Rumah Makan Popeda Gamalama.

Di atas meja, sejumlah makanan telah terhidang. Ada sayur bunga pepaya, ikan tuna goreng, irisan mentimun, ikan kuning, sagu bakar, pisang rebus, singkong rebus, sambal, dan lain-lain. Semuanya menggugah selera. “Makanan kebun,” kata teman itu. Ya, kebanyakan makanan tersebut bisa didapat di kebun.

Sejak awal masuk rumah makan, saya tertegun melihat seorang pengunjung menyantap ‘adonan’ putih di atas piring yang disiram kuah warna kuning. Ternyata, itu adalah papeda.

Saat makan nasi dengan sayur daun pepaya dan ikan tuna goreng plus sambal, saya sengaja tidak mengenyangkan perut. Niatnya, makan papeda. Dan, saat itu tiba.

Karena adonan papeda begitu unik, saya minta pemilik rumah makan untuk menyiapkannya. Ternyata, untuk menghidangkan papeda cukup unik. Pertama, tuangkan dulu kuah kuning ke atas piring. Warna kuning berasal dari bahan kunyit. Kuahnya sendiri terasa kuat olahan ikan asar.

Kemudian, setelah piring terisi kuah, papeda dituangkan. Cara menuangkannya tak sembarangan. Diperlukan dua bilah bambu—semacam sumpit mie ukuran besar—untuk mengolah papeda yang diletakkan di baskom besar, lalu memilin-milinnya hingga papeda jatuh ke piring. Papeda siap disantap.

Jangan berpikir untuk menikmati papeda berlama-lama di dalam mulut. Papeda rasanya biasa saja, namun yang memberi cita rasa adalah kuah ikan asarnya. Lidah akan merasakan sensasi asam-pedas dan aroma ikan asar yang kuat.

Papeda berasal dari pohon sagu (metroxhylon rumpii), tanaman yang menjadi makanan pokok orang Maluku dan Papua sejak dulu. Saat berusia sepuluh tahun, batang pohon ini menghasilkan serat berupa tepung. Serat inilah yang menjadi bahan utama pembuatan papeda alias bubur sagu.

Tepung sagu kemudian direbus hingga kental dan matang menjadi papeda. Dalam keadaan panas, papeda dituang ke baskom besar sebelum dihidangkan bersama kuah ikan asar.

Cara makan papeda pun beragam. Ada yang pakai tangan, sumpit, atau menyeruputnya langsung dari piring. Saya yang baru kali pertama mencicipinya, pakai sendok.

Papeda merupakan kreasi makanan tradisional yang dibentuk dari sumber daya alam yang melimpah di kawasan Maluku Utara: sagu dan ikan. Tak ayal ia menjadi salah satu aset kekayaan kuliner nusantara. Sayang sekali jika Anda tak pernah mencobanya, apalagi jika sempat mampir di Maluku Utara.*

 

Pernah dimuat di laman www.komhukum.com dengan judul “Nikmatya Sajian Papeda, Bubur Khas Maluku Utara pada 27 Maret 2012