Spread the love

Sudah dibaca 1576 kali

Pemimpin
Ilustrasi. Gunungan (Foto: Billy)

Tiga orang personalia keluar dari kantor dengan perasaan senang. Mereka baru selesai mewawancarai dua calon direktur. Ketiganya sudah bersepakat dengan satu nama. Besok akan diumumkan. Namun, ketika tiba di area parkir, ketiganya terkejut dan sama-sama berpikir untuk mempertimbangkan kembali keputusan itu.

Mereka mendatangi seorang juru parkir dan mengutarakan sejumlah pertanyaan. Sang juru parkir yang seorang perempuan menjawab apa adanya.

Usai mendapatkan jawaban yang mengejutkan, ketiga personalia kembali ke mobil masing-masing, hendak pulang. Tapi, tanpa saling memberi tahu, ketiganya kembali ke dalam gedung dan melakukan hal yang sama.

Besoknya, usai direktur baru diumumkan, Andi namanya, karyawan seisi kantor menyambut dengan riang gembira. Mulai dari manajer hingga office boy menyalami direktur baru itu. Namun, kegembiraan itu tak dirasakan Ari, saingan sang direktur. Ia menemui tiga personalia di sebuah ruang tertutup.

Ari: Saya sangat heran dengan keputusan Anda. Saya sudah 20 tahun bekerja di kantor ini. Banyak penghargaan telah saya terima. Pengalaman saya pun lebih banyak daripada direktur yang baru saja Anda pilih. Tolong beri saya penjelasan!

Personalia 1: Awalnya kami bersepakat untuk memilih Anda. Semua kualitas Anda miliki; lama pengabdian, prestasi kerja, dan pengalaman. Sebaliknya, saingan Anda yang kini menjadi direktur baru 10 tahun bekerja di perusahaan ini, belum banyak penghargaan yang diterima, dan baru sebulan bekerja di kantor ini setelah mutasi dari daerah.

Ari: Anda tahu itu, tapi kenapa memilih dia?

Personalia 2: Kejadian di parkiran kemarin membuat kami berpikir ulang. Sekarang saya tanya, apa yang Anda rasakan saat Anda di jalan dengan motor bagus itu? Apa perasaan Anda saat bermotor dengan knalpot bersuara keras sambil merokok?

Ari: [Berpikir sejenak] Biasa saja.

Personalia 2: Anda merasa tak ada orang lain yang dirugikan?

Ari: [Mengangguk agak ragu] Tidak. Banyak orang yang juga melakukannya. Saya pun mematuhi aturan lalu lintas dan membawa kelengkapan surat.

Personalia 2: Bagaimana perasaan orang-orang di sekitar Anda saat mendengar suara keras knalpot Anda? Perasaan orang di belakang Anda yang terkena embusan knalpot? Perasaan orang yang terkena asap tebal knalpot? Perasaan orang yang terkena asap rokok? Perasaan pembersih jalan yang menyapu puntung rokok yang Anda buang di jalan? Apakah Anda pernah peduli pada perasaan mereka?

Ari: [Terdiam]

Personalia 3: Kami lalu bertanya kepada orang-orang di sekitar Anda. Kepada juru parkir, office boy, petugas keamanan, pedagang kelontong di depan kantor. Percayakah Anda, jawaban mereka mampu mengubah keputusan kami.

Ari: [Nada tinggi] Jadi pilihan itu dipengaruhi oleh mereka?

Personalia 1: Apakah Anda siap mendengar penjelasan kami dan berjanji tidak balas dendam kepada mereka?

Ari: [Berpikir sejenak] Baiklah, saya berjanji.

Personalia 1: Kami bertanya kepada mereka tentang kebiasaan kalian berdua. Tentang pandangan mereka dan pengalaman berinteraksi dengan kalian berdua. Jawabannya sangat mengejutkan kami. Juru parkir itu selalu merasa tidak nyaman tiap Anda pulang kantor. Suara knalpot motor Anda memekakkan telinganya. Kadang Anda pun menggodanya. Sebaliknya, ia merasa nyaman dengan Pak Andi. Katanya, dia sangat sopan. Suara motornya pun tidak mengganggu karena pakai knalpot standar.

Personalia 2: Pengakuan office boy lebih mengejutkan. Ia merasa tak pernah diperintah dan diperlakukan semena-mena oleh Pak Andi. Sering Pak Andi yang lebih dulu menyapa dan menanyakan kabar dia dan keluarganya. Bahkan, ketika orangtuanya meninggal, hanya sesama OB dan Pak Andi yang datang takziyah serta mengantar jenazah ke kuburan. Karyawan lain hanya menyampaikan bela sungkawa. Anda ingin tahu bagaimana pendapat OB itu tentang Anda, Pak Ari? Ia menghormati Anda selaku karyawan senior di kantor ini dan berusaha sebaik mungkin melayani Anda bahkan jika diminta pulang hingga larut malam. Tapi, dia merasa tak diperhatikan. Keluhannya tak pernah Anda gubris. Bahkan ia pernah jengkel karena Anda marahi atas suatu masalah yang tidak dia mengerti.

Ari tertunduk, mengingat-ingat peristiwa yang membuatnya marah besar pada OB itu. Ia pernah marah karena OB itu tidak memfotokopi berkas yang dibawanya untuk rapat dengan klien sehingga rapat tidak berjalan maksimal. OB itu diam saja dan merasa bersalah. Belakangan ia tahu berkas yang mestinya diterima OB untuk difotokopi belum diberikan oleh stafnya. Ia pun tak meminta maaf kepada OB karena gengsi.

Personalia 3: Kami juga bertanya pada satpam gedung ini. Ia tak mengeluh walau Anda sering kerja lembur. Sebaliknya ia bangga melihat Anda seorang pekerja keras. Tapi, tiap pulang, Anda tak pernah menyapanya. Sedangkan Pak Andi selalu menyapa satpam itu, meluangkan waktu 5-10 menit untuk bicara berbagai hal. Ia merasa dihargai. Bahkan, tak jarang, saat ia mengeluh tentang masalah keuangan keluarga, Pak Andi selalu tanggap memberikan bantuan dan solusi.

Personalia 1: Anda pun pasti tak mengira dengan pengakuan pedagang kelontong di depan kantor ini. Ia tak tahu siapa sebenarnya Pak Andi, tapi dia tahu Pak Andi orang yang sangat baik. Sebelum pulang, Pak Andi selalu menyempatkan diri membeli sesuatu yang barangkali tak terlalu dibutuhkannya. Ia membeli dengan uang lebih dan tidak mengambil uang kembaliannya. Saat transaksi, Pak Andi bertanya tentang keluarga pedagang itu, memberi saran tentang beasiswa sekolah yang kemudian diambil anaknya, dan ringan tangan memberi suatu barang layak pakai yang tak lagi digunakannya.

Ari makin tertunduk dalam. Ia merasa dirinya begitu kecil dibandingkan saingannya. Ia merasa selama ini telah berbuat baik kepada semua karyawan. Tapi orang-orang yang disebutkan tadi memang luput dari perhatiannya.

Personalia 2: Setelah mendengar cerita tadi, kami pulang dan tidak bisa tidur malam harinya. Nurani kami menggugat pikiran rasional kami. Maka tadi pagi, sebelum pengumuman direktur baru, kami berunding lagi. Kami sama-sama terkejut karena apa yang kami pikirkan sama: mengubah keputusan kemarin.

Personalia 3: Selama ini kami berusaha profesional dalam memilih calon pemimpin perusahaan yang jadi klien kami. Namun, kami baru sadar, seharusnya kami tak hanya mempertimbangkan berkas di atas meja dan hasil wawancara. Ada pertimbangan di luar itu yang berdampak lebih besar. Pemimpin seharusnya dipilih tak hanya yang berprestasi, berpengalaman, dan punya ide-ide besar. Pemimpin juga harus memiliki rasa empati dan kepedulian tinggi kepada orang-orang di sekitarnya, orang-orang kecil yang membuatnya besar. Berapa banyak pejabat dan pemimpin di negeri ini yang bergelar tinggi namun menjadi malapetaka bagi banyak orang. Mereka korupsi, minta dilayani, dan tak peduli pada orang-orang di sekitarnya. Mereka bekerja hanya untuk kepentingan diri sendiri.

Personalia 1: Kami harap Anda memerhatikan hal ini. Mulai peduli kepada orang-orang kecil di sekitar Anda. Merekalah yang selama ini mendukung agar Anda bekerja nyaman. Mereka menghormati Anda dan tak berani mengungkapkan kekecewaan yang Anda akibatkan.

Perlahan Ari mengangkat wajah dan mengusap air mata yang menggenang di pipinya. Ia kemudian berdiri dan bergantian memeluk ketiga personalia di hadapannya.

Ari: Terima kasih atas pelajaran Anda bertiga. Kalian telah memilih orang yang tepat sebagai direktur di perusahaan ini. Saya pun akan mendukungnya. Dia benar-benar orang yang terpilih.

 

Jakarta, 14 Agustus 2015.