Spread the love

Sudah dibaca 1460 kali

PADA 20 Desember 2006, di depan Akademi Jakarta, sastrawan Taufiq Ismail membacakan pidato kebudayaan bertajuk “Budaya Malu Dikikis Habis Gerakan Syahwat Merdeka”. Gerakan ini, kata Taufik, tak bersosok organisasi resmi dan tidak berdiri sendiri. Gerakan ini bekerjasama bahu-membahu melalui jaringan mendunia, memiliki dana raksasa, media massa cetak dan elektronik pengeras suaranya.

Taufiq Ismail menyebutkan ada 13 komponen Gerakan Syahwat Merdeka. Pertama, perilaku seks bebas yang dilakukan terang-terangan dan sembunyi-sembunyi. Kedua, penerbit majalah dan tabloid mesum. Ketiga, produser, penulis skrip, dan pengiklan acara televisi syahwat. Keempat, situs porno di internet. Kelima, penulis, penerbit, dan propagandis buku syahwat-sastra dan sastra. Keenam, penerbit dan pengedar komik cabul. Ketujuh, produsen, pengganda, pembajak, pengecer, dan penonton VCD/DVD biru. Kedelapan, fabrikan dan konsumen alkohol. Kesembilan, produsen, pengedar, dan pengguna narkoba. Kesepuluh, fabrikan, pengiklan, dan pengisap nikotin. Kesebelas, pengiklan perempuan dan laki-laki panggilan. Keduabelas, germo dan pelanggan prostitusi. Ketigabelas, dokter dan dukun praktisi aborsi.

Salah satu produk dari gerakan ini adalah pornografi. Di negara kita pornografi sudah jadi industri raksasa. Produknya laris-manis dan terdistribusi aman-merata sehingga dengan mudah  dapat dikonsumsi lewat media cetak, televisi, internet, film layar lebar, VCD, dan telepon seluler. Aksesnya pun teramat mudah dijangkau. Tinggal datangi loper koran di pinggir jalan, anak-anak usia sekolah dapat memilih media bergambar orang dewasa telanjang atau berpakaian mini serta beradegan mesum.

Data dari American Demographic Magazine menyebutkan, saat ini di internet tersedia tidak kurang dari 4,2 juta website porno, 100 ribu di antaranya pornografi anak dan 89% di antaranya berisi kekerasan seksual remaja melalui chat room. Badan survey internet TopTenReviews.com pun mengungkap, industri pornografi dunia menghasilkan uang Rp 886 trilyun. Total pendapatan bisnis pornografi dunia ini mengalahkan total pendapatan delapan perusahaan teknologi informasi terbesar di dunia yaitu Microsoft, Google, Amazon, eBay, Yahoo!, Apple, Netflix, dan Earthlink. Amerika Serikat menghasilkan rata-rata 13.140 video seks setiap tahun. Artinya, setiap 39 menit, sebuah video seks terbaru diproduksi negara adi daya itu.

 

Peran Agama

PORNOGRAFI bisa jadi telah menjadi bagian dari kehidupan keseharian remaja masa kini. Akibatnya, remaja menjadi ilusif, lebih suka melamun, meremehkan nilai-nilai sosial, dan melakukan perilaku seks menyimpang. Sebuah penelitian di Makassar terhadap remaja yang biasa mengakses situs porno di internet mengungkapkan, terdapat korelasi positif antara intensitas mengakses situs seks dengan permisivitas perilaku seksual remaja. Makin tinggi intensitas remaja dalam mengakses situs seks di internet, makin permisif perilaku seksualnya. Responden penelitian ini separuh remaja laki-laki dan separuh lagi remaja perempuan. Maka tak heran kasus-kasus kekerasan seksual, pemerkosaan, kehamilan tak disengaja, dan aborsi yang dilakukan remaja terjadi tiap hari dan jadi konsumsi tayangan berita harian televisi dan koran.

Tentu saja ini menjadi keprihatinan kita bersama. Sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, kita harus malu karena kondisi ini sangat kontradiktif dengan ajaran Islam. Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat Yusuf ayat 53, “Sesungguhnya nafsu syahwat itu selalu mendorong kepada kejahatan.”  Di surat al-Israa’ ayat 32 Ia berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan satu jalan yang buruk.” Jika kita membiarkan nafsu syahwat dan zina menjadi perilaku anak bangsa ini, berarti kita sedang menunggu azab Allah.

Maka peran agama sangat diperlukan. Sebab agama memiliki syariat yang mengikat para penganutnya. Syariat ini dapat digunakan untuk membangun kesadaran generasi muda dan tua terhadap bahaya pornografi. Kesadaran itu dapat dicerminkan melalui perilaku yang baik dengan memegang teguh aturan agama dan adat yang sejalan dengan semangat syariat. Dalam surat an-Nur ayat 30-31 Allah SWT memerintahkan laki-laki dan perempuan yang beriman untuk menjaga pandangan dan memeilihara kemaluannya. Jika perintah ini dipahami dan diamalkan tiap muslim/muslimah, insya Allah bahaya pornografi menyingkir.

 

Peran pendidikan

SOLUSI lain untuk mengatasi bahaya pornografi adalah pendidikan. Lewat pendidikan perilaku generasi muda diarahkan untuk menjadi pribadi berakhlak mulia dan bermartabat. Mereka kritis memandang pornografi sebagai bahaya laten yang harus terus diperangi.

Salah satu materi pelajaran di bangku sekolah adalah pendidikan budi pekerti. Pelajaran ini mengajarkan peserta didik agar memiliki rasa malu, baik yang berkaitan dengan diri sendiri maupun yang berhubungan dengan orang lain. Kenapa malu? Sebab malu berarti menjauhkan diri dari perbuatan tercela, atau menahan diri dan meninggalkan semua kemaksiatan dan kejahatan. Ini sejalan dengan hadits Nabi SAW, “Sesungguhnya sebagian dari apa yang telah dikenal orang dari ungkapan kenabian yang pertama adalah, ‘Jika kamu tidak malu, berbuatlah sekehendakmu’.” (H.R Bukhari). Masih kata Taufik Ismail, ciri kolektif seluruh komponen Gerakan Syahwat Merdeka adalah budaya malu yang telah terkikis nyaris habis dari susunan syaraf pusat dan rohani mereka.

Di ruang kelas, guru juga dapat mengangkat satu tema mengenai varian pornografi dan mendiskusikannya dengan siswa. Dari diskusi ini, guru dapat memberi penjelasan yang memadai tentang segala hal yang berkaitan dengan seksualitas dan pornografi yang selalu memancing keingintahuan siswa. Jangan biarkan siswa mengetahui sendiri pernak-pernik seksualitas dan pornografi, sebab itu akan menjerumuskannya pada liang penasaran. Guru memiliki kewajiban membimbing siswa dalam memahami dunianya.

Namun pembentukan moralitas dan nilai-nilai budi pekerti tidak bisa dibebankan pada institusi sekolah saja. Terbitnya regulasi yang memerintahkan penghapusan terhadap situs-situs porno tidaklah cukup. Abdullah Al-Darraz memandang pembentukan moralitas harus dilakukan dalam beberapa tingkatan sistem kehidupan.

Pertama, penanaman nilai-nilai moral melalui institusi keluarga secara praktis. Ini dapat dilakukan dengan memberikan bimbingan yang baik kepada anak, mengasuh anak dengan penuh kasih sayang, memberikan tuntunan akhlak yang baik kepada keluarga, dan membiasakan anak untuk menghargai kaidah dan kebiasaan-kebiasaan perilaku keseharian yang baik dalam rumah tangga.

Kedua, pembentukan nilai-nilai moral dalam hubungan sosial. Dalam konteks ini berupa melatih diri untuk tidak melakukan perbuatan tercela, mempererat hubungan kerjasama antarsesama, menggalakkan perbuatan-perbuatan terpuji dan memberi manfaat bagi kehidupan orang banyak, dan membina hubungan menurut tata tertib dan adat kebiasaan sosial yang terpuji.

Tujuan pendidikan adalah memanusiakan manusia. Pornografi merupakan eksploitasi sistematis terhadap nilai kemanusiaan seorang manusia. Dua kutub ini saling bertolak belakang, namun keduanya dapat dijembatani dalam sebuah interaksi spiritualitas. Di mana semua aspek kehidupan manusia berkiblat pada aturan Allah SWT dalam sebuah syariat.

14 Oktober 2009. 05.56 WIB