Spread the love

Sudah dibaca 1781 kali

Forum Lingkar Pena adalah organisasi pengkaderan penulis yang lahir tahun 1997. Organisasi nirlaba ini didirikan Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Izatul Jannah, dan beberapa mahasiswa Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Keprihatinan atas minimnya minat membaca dan menulis masyarakat Indonesia mendorong para ‘founder fathers’ FLP untuk membudayakan membaca dan menulis.

Saat baru berdiri anggota FLP yang berjumlah 30 mengadakan diskusi rutin. Tidak terbayangkan di awal masa berdiri kelak organisasi ini memiliki anggota hampir di seluruh wilayah Indonesia dan beberapa negara (Jepang, Mesir, Hong Kong, dll).

Lalu tercetus sebuah ide untuk melakukan perkrutan anggota di seluruh Indonesia. Saat itu Helvy Tiana menjabat sebagai pemred majalah Annida. Melalui majalah ini, FLP merekrut anggota. Respon yang muncul ternyata sangat banyak dan baik. Dalam waktu singkat FLP memiliki 3000 anggota tersebar di Indonesia. Anggota FLP sangat heterogen. Mulai dari siswa SMP sampai pekerja.

Cabang FLP pertama adalah Kalimantan Timur. Beberapa cabang lalu bermunculan. Sayangnya perkembangan setiap cabang berbeda karena tidak memiliki SDM sama. Kelak Musyawarah Nasional FLP 2005 melahirkan AD / ART yang membuat struktur organisasi semakin jelas dan kuat.

 

KEPENGURUSAN KE-1 / Periode 2000-20002

Forum Lingkar Pena DKI Jakarta baru lahir tahun 2000. Cabang yang diketuai Saifulah M. Satori mengadakan kegiatan ‘menumpang’ dengan FLP Pusat seperti acara-acara diskusi. FLP DKI memiliki kepengurusan yang sangat sederhana. Ketua hanya memiliki bendahara dan humas. Selain itu, ketua FLP DKI membawahi ketua cabang lainnya : Jakarta Utara, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Depok, Bekasi, Bogor, dan Tangerang.

Hampir selama dua tahun kegiatan FLP DKI melambat karena kurangnya koordinasi dan sistem pengkaderan.

Pada bulan September 2001 FLP DKI mengadakan workshop penulisan cerpen, novel, dan artikel bekerja sama dengan STBA LIA. Dari workhop itu pengurus FLP berusaha merekrut lagi anggota lebih banyak.

Pasca workshop, FLP DKI diminta FLP Pusat menjadi panitia launching buku yang didedikasikan kepada Pipiet Senja (penulis yang menderita Thalasemia). Rapat panitia saat itu diadakan di rumah Azimah Rahayu (anggota baru) di kawasan Paseban. Ramadhan 2001 pertama kali FLP DKI mengadakan buka bersama dan sekaligus menjadi silaturahmi semua anggota.

Launching buku di Pasaraya Manggarai berjalan lancar. Pada bulan Desember 2001 FLP DKI mengadakan rapat di PP Muhammadiyah Menteng. Saat itu tercetus ide untuk mengadakan pertemuan rutin FLP DKI. Dala, yang saat itu masih anggota baru, diminta pengurus menjadi PJ pertemuan rutin FLP DKI. Karena baru pertema kali dibuat, pertemuan rutin FLP DKI membutuhkan persiapan yang cukup lama.

Selama persiapan kegiatan satu per satu penulis FLP DKI mulai banyak menghasilkan tulisan di media massa : Palris Jaya, Zaenal Radar T, Azimah Rahayu, Andi Tenri Dala, dll.

Bulan Mei 2002 akhirnya pertemuan FLP DKI diadakan. Pertemuan yang berbentuk diskusi itu berjalan baik meskipun pemateri utama mendadak tidak datang. Sejak itu setiap minggu terakhir dalam satu bulan anggota FLP DKI berkumpul untuk diskusi dan bertukar info lomba kepenulisan.

Pertengahan 2002 FLP DKI sangat sibuk karena terlibat dalam acara akbar Forum Lingkar Pena : Silaturahmi Nasional. Silnas ini dihadiri perwakilan semua cabang FLP di Indonesia. Acara berlangsung sangat meriah. Selain silaturahmi diadakan berbagai pengharagaan karya-karya FLP. Karena saat itu sudah banyak penulis FLP menerbitkan buku.

Dalam penghargaan cabang terbaik FLP DKI Jakarta tidak terpilih. Tapi prestasi FLP DKI sebagai pemula sangat mengejutkan. FLP mengadakan lomba cerpen kategori remaja dan sastra tingkat nasional pada acara silnas. Untuk kategori sastra Palris Jaya mendpat juara 2 dan Novia Syahidah (anggota baru) menjadi salah satu finalis. Untuk kategori remaja Zaenal Radar T menjadi juara 1 mengalahkan beberapa penulis yang sudah senior.

Setiap pertemuan FLP DKI berjalan lancar. Anggota semakin banyak. Di awal-awal FLP DKI sangat tergantung dengan FLP Pusat. Tapi setelah tiga kali pertemuan FLP DKI berusaha mandiri dan mengandalkan anggota yang ada. Dalam setiap pertemuan para anggota bertukar informasi tentang lomba menulis, bercerita pengalaman menulis, dan bedah karya. Semangat FLP DKI ini kelak membuat FLP DKI cepat mengkader anggota dan banyak menghasilkan tulisan.

Anggota FLP DKI berusaha membuat antologi dengan harapan diterbitkan salah satu penerbit yang selalu bekerja sama dengan FLP. Saat itu menjadi prestis jika cabang FLP memiliki antologi (sebagai bukti ke-eksistensi-an suatu cabang).

Karena kegiatan FLP DKI semakin rutin dan banyak anggota baru, tercetus ide mengadakan musyawarah cabang yang sekaligus memilih ketua baru.

Bulan September 2002 FLP DKI memiliki ketua baru hasil musyawarah : Azimah Rahayu. Azimah mendapat amanah menjadi ketua selama Sept 2002-Sept 2004.

KEPENGURUSAN KE-2 / Periode 2002-2004

Dibandingkan kepengurusan Saifulah M. Satori, kepengurusan Azimah Rahayu lebih kompleks karena perkembangan FLP DKI semakin pesat. Selain bendahara dan sekretaris, ketua memiliki PJ Kaderisasi. PJ ini bertugas merancang sistem pengkaderan yang baik.

Ketua Jakarta Utara, Timur, Selatan, Barat, dan Pusat dihilangkan karena semua cabang digabung menjadi satu. Ketua Tangerang, Bekasi, Bogor, dan Depok tidak di bawah kepemimpinan ketua FLP DKI lagi tapi masih tetap berkoordinasi.

Kemajuan pertama dalam kepengurusan Azimah adalah pertemuan rutin yang awalnya hanya satu kali sebulan menjadi dua kali. Pertemuan pertama dipakai untuk diskusi kepenulisan dengan seorang pemateri dan pertemuan lain untuk bedah karya. Agar pertemuan lebih rapi FLP DKI mengadakan sistem kelas. Anggota yang baru bergabung dibuat menjadi kelompok sendiri dan dibimbing mentor.

FLP DKI mulai mendapat kepercayaan dari pihak lain. Berbagai workshop / talkshow diadakan pihak luar dengan mengajak FLP DKI Jakarta seperti workshop cerpen Kawanku dan workshop Pusat Bahasa Jepang Universitas Indonesia. FLP DKI juga terlibat menjadi panitia beberapa peluncuran buku. Salah satunya buku Bukan Di Negeri Dongeng, yang diadakan di Gunung Agung Kwitang. Acara itu juga sekaligus peluncuran antologi FLP DKI Jakarta : From Batavia With Love. Antologi itu diterbitkan As-Syaamil.

Satu tahun kemudian muncul antologi FLP DKI yang kedua : Putri Surat Cinta (Lingkar Pena Publishing House).

Dalam waktu sebentar FLP DKI menghasilkan banyak penulis. Hampir setiap bulan ada lebih dari satu penulis yang tulisannya dimuat di media massa. Satu per satu penulis FLP DKI menerbitkan buku antologi maupun penerbit. Bahkan beberapa buku dicetak ulang. Selain menerbitkan buku penulis-penulis FLP DKI memenangkan lomba kepenulisan tingkat nasional. Ini menjadi tanda FLP DKI semakin kuat tidak hanya dalam organisasi tapi juga untuk menulis.

Minat terhadap FLP DKI semakin tinggi. Banyak yang mendaftar menjadi anggota. Kegiatan rutin yang tadinya 2x sebulan kini menjadi setiap minggu. Atas ide Rul Nasrullah, dibuat sebuah jenjang yang disebut Pramuda. Dalam AD / ART sementara FLP hanya ada tiga jenjang keanggotaan : Muda, Madya, dan Handal.

Pramuda adalah kelompok yang ingin menjadi anggota FLP. Siapapun tertarik menjadi anggota FLP DKI wajib mengikuti pelatihan dasar kepenulisan selama 5 bulan. Selama kurang dari setengah tahun ini diharapkan kelompok Pramuda tidak hanya bisa menulis tapi mengerti visi-misi FLP.

Kurang dari setengah tahun pengurus FLP DKI bergerak cepat mematangkan konsep pelatihan pramuda. Dalam waktu singkat sudah terbentuk sistem pengkaderan Pramuda. Setiap minggu salah satu anggota mendapat amanah memberi materi kepada Pramuda. Lebih dari 10 anggota rutin menjadi pemateri untuk bidang fiksi dan non fiksi. Pelatihan ini sama sekali tidak melibatkan FLP Pusat.

Selain jadwal yang teratur FLP DKI membutuhkan modul untuk bahan belajar para anggota khususnya Pramuda. Karena FLP Pusat belum membuat modul FLP DKI berinisiatif membuat sendiri. Modul ini dibuat anggota-anggota senior.

Selama dua tahun kepengurusan Azimah lahir FLP ranting di bawah FLP DKI yaitu UIN Ciputat, STAN, dan UNJ.

Perubahan lain adalah pertemuan rutin yang dulu diadakan di masjid PD Muhammadiyah Menteng kini di Masjid Amir Hamzah TIM Cikini.

Sesuai dengan AD / ART FLP masa kepengurusan suatu cabang dua tahun. Bulan September 2004 FLP DKI mengadakan musyawarah yang kedua kalinya. Andi Tenri Dala terpilih sebagai ketua FLP DKI ke-3 untuk periode Sept 2004-Sept 2006.

 

KEPENGURUSAN KE-3 (periode 2004-2006)

Ada perubahan kepengurusan di periode ini dibandingkan kepengurusan Azimah Rahayu. Ketua memiliki Danus dan Kaderisasi. Di bawah kaderisasi ada PJ per jenjang dan PJ jenis-jenis tulisan. Dengan harapan pengkaderan FLP DKI semakin kuat dan bagus.

Bulan Februari 2005 lima orang perwakilan FLP cabang DKI (termasuk ketua) ikut serta dalam Musyawarah Nasional Forum Lingkar Pena sekaligus Milad ke-8. Acara berlangsung selama tiga hari lebih ini menghasilkan AD / ART FLP yang menjadi rujukan semua cabang FLP dalam mengurus organisasi ini.

Perubahan yang sangat terasa untuk FLP DKI adalah penjelasan definisi wilayah, cabang, dan ranting. Selama ini FLP DKI merangkap sebagai wilayah dan cabang. Selesai Munas FLP Tangerang melepaskan diri dari DKI dan bergabung dengan Banten. Sebaliknya UIN dan STAN yang dalam wilayah Tangerang tetap ingin di bawah cabang FLP DKI Jakarta.

Tiga hari Munas yang melelahkan memberikan banyak pengalaman untuk semua anggota FLP. Lagi-lagi FLP DKI mendapat kejutan. Seperti tahun 2002, FLP DKI tidak terpilih menjadi cabang terbaik. Tapi FLP DKI mendapat banyak prestasi lagi seperti tahun 2002.

Tiga penulis FLP DKI mendapat penghargaan untuk buku pribadi :

  1. Pagi ini aku cantik sekali oleh Azimah Rahayu (Buku Non Fiksi Terbaik)
  2. Titip Rindu Buat Ibu oleh Novia Syahidah (Novel Remaja Terbaik)
  3. Menjemput Malaikat oleh Palris Jaya (Kumcer Remaja Terbaik)

Selain itu empat orang penulis menjadi juara dan finalis dalam lomba cerpen tingkat nasional yang diadakan FLP dalam rangka Milad ke-8. Penulis-penulis yang menjadi juara : Taufan E Prast (juara 1), Elshia Dianita (juara 3), Novia Syahidah (finalis) dan Palris Jaya (finalis).

Angkatan Pramuda pertama berjalan baik. Setelah masa pelatihan 5 bulan diadakan inagurasi. Sampai saat ini acara inagurasi terus diadakan sebagai pengesahan anggota baru.

Selain kelompok Pramuda, Muda dan Madya juga berusaha berbenah. Setiap bulan materi yang dibahas berbeda.

Minggu pertama            : Bedah Karya

Minggu kedua               : Non Fiksi

Minggu ketiga               : Novel

Minggu keempat           : Wawasan ke-Islaman

Pada kepengurusan Dala bertambah satu lagi ranting FLP yaitu FLP YAI.

Akhir tahun 2005 FLP DKI dipercayai FLP Pusat untuk menjadi pelatih dalam workshop bertema HAM kerjasama dengan Goethe Institut dan Kedubes Swiss.

Selama dua tahun karya FLP DKI semakin banyak. Banyak lomba-lomba kepenulisan yang dimenangkan anggota FLP DKI. Salah satu kemajuan pesat FLP DKI (sesuai dengan cita-cita Munas 2005) para penulisnya tidak hanya dikenal sebagai penulis fiksi tapi juga jurnalistik / non fiksi, puisi, teater, dan skenario.

Perkembangan FLP DKI lain adalah pindahnya beberpa anggota untuk membantu mengembangkan cabang lain antara lain : Zaenal Radar T (FLP Banten), DH Devita (FLP Bekasi), Laura Khalida dan Jonru (FLP Depok), Aep Saefulloh dan Azizah (FLP Ciputat), dan Azimah Rahayu (FLP Pusat).

Pada bulan Januari 2007 FLP DKI mengadakan Muscab ke 3 dan memilih ketua yang ke-4 Billy Antoro.

Salah satu target dalam kepengurusan Billy Antoro adalah memperluas kerja sama FLP DKI dengan pihak luar. Semoga cita-cita itu bisa terwujud.

 

20 Februari 2007