Spread the love

Sudah dibaca 245 kali

“Dengan jabatan sekarang, Bapak/Ibu dapat membantu masyarakat mengubah nasibnya. Membuat mereka meningkat taraf hidupnya.”

Hal ini saya sampaikan ketika berdiri di hadapan sejumlah Kepala Dinas Pendidikan Provinsi, Kepala Bidang, dan pengawas dalam acara Penguatan Kapasitas Pemda untuk Pemulihan Pembelajaran di Hotel Novotel Tangerang pada awal Mei 2024 lalu. Penyelenggaranya Direktorat SMA, Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen Kemendikbudristek. Seharusnya pesertanya semua Kepala Dinas Pendidikan Provinsi se-Indonesia. Namun, sejumlah Kepala Dinas tidak bisa hadir dan mewakilkannya kepada yang lain.

Saya mendapat amanah menyampaikan materi Pemahaman dan Strategi Penguatan Literasi dan Numerasi. Inti dari materi ini adalah membongkar miskonsepsi tentang pengertian dan praktik literasi dan numerasi. Tentu saja materi dibawakan dengan lebih banyak diskusi karena menggunakan model pembelajaran orang dewasa (andragogi).

Pengalaman saya mengisi materi yang sama dua tahun ini, belum semua orang memahami konsep dan praktik literasi dengan benar. Masih banyak menggunakan pengertian lawas yang kaku dan tidak membangun. Pengertian literasi hanya kegiatan baca dan tulis. Kegiatan membaca tidak dibarengi dengan upaya memahami dan mengkritisi bahan bacaan. Oleh karena itu, sebelum masuk ke sesi pendalaman, perlu lebih dulu dilakukan penyamaan persepsi tentang konsep dan praktik suatu topik. Akan lebih mudah bagi peserta menerima dan mendalami sebuah materi jika persepsinya dengan narasumber satu frekuensi. Setahu saya, dari sekian Menteri yang pernah menjabat sebagai Mendiknas, baru di era Nadiem Anwar Makarim penyampaian materi sebuah konsep selalu diawali dengan sesi miskonsepsi.

Kembali kepada kutipan di atas. Hal itu saya sampaikan untuk sekadar memberi motivasi sekaligus harapan bahwa mereka akan membawa konsep dan praktik literasi dan numerasi di daerah masing-masing. Memberi pemahaman yang benar tentang konsep dan praktik literasi dan numerasi.

Dengan jabatan yang mereka emban sekarang, setelah kembali ke daerah lalu membuat kebijakan yang berorientasi literasi dan numerasi, mereka dapat membuat sejumlah perubahan. Hasilnya akan lebih dahsyat bila kebijakan tersebut didukung dengan peraturan daerah dan alokasi anggaran di APBD. Juga pelibatan masyarakat seperti pakar, akademisi, dan pegiat literasi.

Saya membayangkan jika materi pembelajaran di sekolah kontekstual dengan kondisi dan situasi yang dihadapi oleh para siswa. Pembelajaran merupakan simulasi dalam mengenali dan menyelesaikan permasalahan hidup. Tak ada dikotomi antara pembelajaran di dalam kelas dan tantangan yang dihadapi siswa di lingkungan keluarga dan masyarakatnya.

Pada dasarnya, literasi dan numerasi didorong untuk menjadi aktivitas pembiasaan kepada siswa agar terbentuk keterampilan berpikirnya. Keterampilan berpikir inilah yang menjadi landasan siswa dalam menghadapi beragam permasalahan hidup. Termasuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas perekonomian keluarga.

Jika para pejabat di daerah serius membangun kapasitas masyarakatnya, maka langkah-langkah ini, yaitu pengarusutamaan literasi dan numerasi sebagai kebijakan daerah/nasional, akan cepat terwujud. Mereka, yang kini memegang jabatan, di hadapan saya, pasti dapat melakukannya. Jangan menunggu perintah atau disposisi pimpinan.

Jabatan tak abadi. Ia hanya titipan Allah Swt yang kapanpun bisa dicabut atau dialihkan kepada yang lain. Maka gunakan jabatan ini untuk membuat perubahan. *