Spread the love

Sudah dibaca 1451 kali

Diskusi dengan Gola Gong

Nama Gola Gong tidak asing di telinga masyarakat Indonesia. Karyanya seabrek. Aktivitasnya juga seabrek; mulai dari menulis yang menjadi kegiatan rutinnya, sibuk dalam dunia kerja di sebuah stasiun televisi swasta di Jakarta, menjadi pembicara di berbagai forum penulisan, hingga membangun Rumah Dunia yang menjadi kebanggaan warga Banten. Lalu bagaimana dengan motivasi dan pandangannya tentang dunia kepenulisan? Berikut ini intisari diskusi FLP-ers DKI Jakarta dengan sastrawan ini.   

Saya pertama kali menulis puisi waktu SMA. Keinginan waktu itu, menulis karena ingin melihat dunia atau bisa mentraktir teman. Ada nilai materinya. Lalu beranjaklah keinginan saya untuk bekerja, karena honornya lebih besar. Dan bekerjanya tidak jauh dari profesi kepenulisan; jadi wartawan di media. Tapi menulis fiksinya tetap. Menjadi dobel honornya.

Harus ada pola pikir seperti ini. Kalau dibilang apakah profesi menulis punya masa depan suram? Bisa. Kalau kalian tidak berpikir kreatif. Artinya, kalau kalian berpikirnya ekonomis, materi, kalian akan terjebak sendiri dan kalian akan jatuh miskin. Dan mati miskin. Beberapa orang seperti itu.

Saya menulis niatnya ibadah. Makanya kalau kamu menjadi penulis, tulislah hal-hal yang baik. Saya tergoda menulis seperti Djenar Maesa Ayu. Kalau Gola Gong menulis seperti itu, Gramedia akan ambil. Godaan-godaan seperti itu muncul. Tapi ngapain, gitu. Kalau membuat sesuatu yang berbahan porno seperti ciuman, orang, kan, langsung terpengaruh alam bawah sadarnya. Kalau membuat bahan bacaan seperti itu, pasti akan merusak banyak orang.

Nah, kita harus mengarahkan pola pikir kita bahwa jangan menulis dengan berorientasi pada materi. Materi datang sendiri. Percaya, deh. Mulailah sekarang bergerilya ke sejumlah Production House. Memang susah menembus PH. Tapi nanti Allah akan membukakan jalan. Jalan itu akan terbuka sendiri. Terbuka kalau kita bekerja keras.

Kalau kita mempunyai orientasi materi, apakah menulis bisa bermasa depan suram? Ada kemungkinan seperti itu. Kalau cara pandangnya seperti itu. Apakah akan makmur? Juga bisa. Tergantung bagaimana cara kita menyikapinya. Saya, dari menulis, seperti ini. Saya menawarkan novel-novel saya. Kalau kamu dapat nomor contoh, atau karyamu dipublikasikan, fotokopi yang banyak. Kirimi ke PH-PH. Kirimi nomor contohnya. Dengan sinopsisnya. Harus berpikir seperti itu. Berpikirnya dua-tiga-empat langkah ke depan. Dan kalian nanti akan membuktikan bahwa profesi menulis akan bisa membanggakan. Bisa membuat kalian percaya diri. Bisa membuat kalian sama terhormatnya dengan seorang dokter, insinyur dan dosen.

Artikel ini dimuat di Buletin PENA Edisi 8 Tahun 2006. Buletin PENA merupakan media internal yang diterbitkan oleh FLP DKI Jakarta.