Spread the love

Sudah dibaca 1317 kali

Jika Anda pehobi makan dan jalan-jalan, jangan pernah mengaku ke Kupang, Nusa Tenggara Timur, kalau tak menyambangi Kampung Solor! Sebab di sinilah aneka makanan dan minuman bisa sepuas-puasnya Anda nikmati.

Lokasi tepatnya di Jalan Garuda. Panjangnya sekitar 100 meter. Datanglah pada malam hari. Jangan pagi atau siang hari karena nyaris tak ada pedagang atau warung yang menjual makanan dan minuman di sepanjang jalan itu. Yang ada pedagang pakaian, elektronik, dan perabot rumah tangga.

Mulai pukul 17.00 tak ada kendaraan yang berani melintas di Jalan Garuda. Sebab, di malam hari hingga tengah malam, jalan tersebut milik para pedagang kuliner yang menyesaki tiap meter jalan. Jika Yogyakarta terkenal dengan Jalan Malioboro di mana pedagang pakaian dan makanan memenuhi sepanjang trotoarnya. Di Kampung Solor ini, tak tanggung-tanggung, yang dipenuhi pedagang adalah jalan beraspalnya!

Saya menyempatkan diri menyambangi Kampung Solor pada Senin malam, 19 Desember 2011. Dari hotel T-More tempat saya menginap, lokasi ini bisa ditempuh dengan taksi sekitar 15 menit. Cukup jauh, memang. Rata-rata orang Kupang merekomendasikan tempat ini sebagai tepat makan malam prestisius.

Namun kejenuhan di sepanjang perjalanan Kota Kupang yang agak gelap segera buyar setelah saya tiba di Jalan Garuda. Musik pop khas Kupang mengentak-entak dari salon pedagang CD bajakan di mulut jalan. Motor-motor terparkir semrawut. Asap dari bakaran ikan dan sate meruap membuat pedih mata.

Agak ke tengah, sejumlah ikan dan hasil laut lainnya dipajang, berdampingan dengan ikan lele dan ayam. Ikan-ikan segar menggugah selera, di antaranya kakap merah, kerapu, dan bandeng. Ada juga cumi-cumi dan udang. Ukurannya besar, kecil, dan sedang. Tinggal pilih mana suka.

Jangan khawatir soal kesegaran ikan. Ikan-ikan itu langsung datang dari dermaga yang berada di belakang deretan kios Jalan Garuda. Teluk Kupang yang memesona di siang dan sore hari berada di situ.

Jika Anda Muslim, jangan khawatir soal kehalalan makanan. Kendati penduduk Kupang mayoritas beragama Nasrani, namun Kampung Solor sejak dulu terkenal dengan masyarakatnya yang mayoritas beragama Islam. Beberapa pedagang perempuannya berjilbab. Pun, pedagang di Jalan Garuda ini rata-rata berwajah Jawa.

Tak hanya ikan bakar yang jadi menu favorit. Makanan lain juga tersedia komplet. Sebut saja gado-gado, soto, sop iga sapi, atau martabak. Minumannya tak kalah segar, seperti jus, es jeruk, dan kopi.

Saya memesan ikan bakar—menu favorit tiap mengunjungi daerah di pinggir laut. Saking ramainya, saya dan sopir taksi hotel bingung mencari tempat duduk. Akhirnya kami dapat tempat duduk di teras sebuah kios, agak jauh dari pedagang ikan bakar.

Para penikmat kuliner, jika ditilik lebih jauh, kebanyakan adalah rombongan keluarga. Lalu pasangan muda-mudi dan kelompok. Semua membaur tak peduli suku dan agama, pribumi ataupun pendatang. Bahkan tampak seorang wisatawan asing melenggang santai di tengah kepulan asap bakaran ikan.

Repotnya, agak lama menunggu pesanan datang. Barangkali karena antreannya panjang. Sembari menunggu, saya memesan jeruk panas untuk menghangatkan badan.

 

Kata Charles, sopir taksi hotel yang merupakan penduduk asli Kupang, tiap malam Kampung Solor selalu ramai. Terutama di malam Minggu. “Makanannya beraneka macam dan murah,” katanya. Kadang, jika istrinya malas masak, ia sekeluarga makan malam di sana.

Kerapu merah bakar pesanan saya tiba. Saya agak kaget karena ikan itu begitu besar. Saya merayu Charles agar ikut bantu menghabisi, tapi ia menolak karena sudah makan. Jadilah saya berjuang sendirian menyantap ikan ditemani mentimun, kol, kacang panjang mentah, daun kemangi, dan sambal.

Layaknya juri sebuah ajang lomba memasak, atau pembawa acara kuliner di televisi, saya mencicip ikan terlebih dahulu. Setelah dicicip sebentar, meminjam kata-kata Bondan Winarno pembawa acara Wisata Kuliner, “Maknyus!” Rasa ikan bakar berpadu dengan bumbu terasa sangat gurih. Apalagi kemudian dimakan dengan sambal dan nasi hangat. Wuenak tenan!

Namun, sekali lagi, saya harus berjuang mati-matian menghabiskan kerapu bakar sendirian. Perut serasa pengin meledak. Untung saja, menunya sangat enak! Semalam di Kampung Solor akan jadi kenangan wisata kuliner tak tergantikan.

 

Tulian ini pernah dimuat di laman www.komhukum.com dengan judul “Kampung Solor, Wisata Kuliner yang Tak Tergantikan” pada 21 Desember 2011