Ukhti, Jaga Diri dan Hatimu Ya!
Sudah dibaca 1484 kali
PADA SEBUAH sore, ketika saya melewati ruangan di lantai dua kantor tempat saya bekerja, saya melihat Lina dan Nana duduk lesehan dekat pintu. Wajah Nana menyembulkan raut kebingungan. Sementara wajah Lina berlinang air mata.
Sejenak saya berpikir gerangan apa yang membuat mereka berlaku demikian. Pastilah ada sesuatu yang membuat mereka sedih. Saya sendiri baru sekali itu melihat Lina menangis. Pipinya terlihat sedikit memerah. Sepertinya air mata sudah lama membasahinya. Dan sore itu, saya hampir tertawa melihat bagaimana Lina bersikap layaknya seorang anak kecil menangis; dalam posisi duduk ia menggerak-gerakkan kedua kaki dan mengguncang-guncang tubuhnya.
Saya berhasil menyembunyikan gelak tawa dan meletupkannya di hati. “Ada apa, Lin?” tanya saya dengan rasa iba. “Itu Bil, Yono yang bikin Lina begini,” sambut Nana. “Dia terus memaksa Lina untuk menerimanya.”
Saya memahami maksud Nana. Memang Lina tidak hari itu saja mengalami kondisi demikian. “Saya harus bagaimana, Bil?” ucap Lina dengan mata sembap. “Dia maksa saya terus.”
Sebagai teman yang kadang diminta pertolongan, termasuk membantu memecahkan masalah asmara, saya sore itu hanya bisa menyarankannya untuk sabar. Tidak banyak kata dan nasihat yang saya ucapkan karena khawatir Yono melihat kami bercakap-cakap.
DI KANTOR penerbitan majalah itu personel redaksi hanya tujuh orang. Saya Redaktur, Lina dan Rohim Reporter, Yono Fotografer, Bari Lay Outer, Yati Sekretaris Redaksi, dan Wawan pemimpin Redaksi. Secara struktur posisi saya di bawah Pemred dan Sekred. Sedangkan saya membawahi Reporter, Fotografer, dan Lay Outer.
Sebagai orang baru dan menjadi ‘atasan’ beberapa teman lama, saya berusaha akrab dengan mereka. Ketika konflik terjadi, saya ingin menjadi penengah dan pemberi solusi. Dan konflik asmara itu memang terjadi tak berapa lama sejak saya bekerja di sana pada pertengahan 2007.
Entah kenapa saya tiba-tiba ‘dilibatkan’ dalam konflik itu. Lina bertanya pada saya, suatu hari, bagaimana supaya dia terlepas dari Yono. Sebelum memberi masukan, saya bertanya dulu ‘sejarah’ hubungan mereka.
Sebagai tim redaksi, hubungan antara reporter dan fotografer sangat erat. Reporter membutuhkan fotografer untuk mengambil foto nara sumber yang diwawancarai atau peristiwa yang diliput. Dalam praktik di lapangan, Yono yang dipercayai memegang kendaraan operasional (sepeda motor) selalu memboncengi Lina dan Rohim saat liputan.
Sebenarnya Lina memiliki motor sendiri. Namun dia lebih suka diboncengi Yono karena diboncengi mengurangi risiko capek dalam perjalanan. Ke mana Lina pergi Yono selalu berada di sampingnya. Seringkali Lina minta difoto oleh Yono baik berpose sendiri maupun bersama nara sumber.
Lambat laun kedekatan hubungan kerja merambah ke hubungan pribadi. Yono mengutarakan rasa sukanya ke Lina. Lina, yang sebelumnya tidak menduga itu akan terjadi, bingung.
Mendengar ceritanya saya tertawa. Kedekatan fisik pasti berimbas pada kedekatan psikologis. Bagaimanapun Yono lelaki. Diberi perhatian oleh perempuan sedikit saja akan gede rasa (GR) meskipun sang perempuan tidak memaksudkannya demikian. Pertanyaannya, mengapa Lina tidak memikirkannya?
Lina menolak keinginan Yono. Orangtuanya punya pertimbangan lain terhadap sosok Yono. Apalagi, saya pikir, Lina membutuhkan sesosok calon suami yang alim dan bisa menjadi imam keluarga.
Lina adalah muslimah berjilbab rapi. Sementara Yono senang berpakaian layaknya seniman dan saya pikir ilmu agamanya kurang. Secara akademis, Lina lulusan fakultas kedokteran sebuah universitas negeri ternama dan kuliah pula di sebuah universitas Islam. Sedangkan Yono lulusan sebuah universitas swasta di Jakarta.
Saya menyarankan agar Lina berkata tegas pada Yono. Lalu menjaga jarak dengannya.
Tidak tahu apa yang terjadi setelah itu, yang pasti kemudian Yono menemui saya. Ia mencurahkan isi hatinya (curhat) pada saya. Tentang Lina yang menolak cintanya. Saya beri dia nasihat agar tidak memaksakan kehendak, berlapang dada, dan mengatakan bahwa banyak perempuan yang lebih baik dari Lina.
Hari berganti, ternyata kisah asmara masih membara. Kendati Lina menjaga jarak, namun mereka tetap boncengan saat liputan. Ini tentu saja menjadi lokomotif bagi perasaan Yono untuk pantang menyerah terhadap usaha yang sebelumnya gagal.
Perasaan suka Yono terhadap Lina bukan tidak diketahui Bari dan Rohim. Keduanya tahu tapi tidak mau ambil pusing. Namun, bagaimanapun, pasang-surut konflik asmara antara Yono dan Rohim membuat suasana redaksi kadang ‘memanas’. Itulah risiko menjalin asmara dengan teman sekerja.
Pernah, suatu hari, sebelum Lina melakukan liputan ke Bandung ditemani Yono, saya mengirim pesan layanan singkat (SMS) ke Lina. Isinya agar Lina menjaga hati. Lina berterima kasih atas upaya saya mengingatkannya.
Lina berkata dia sebenarnya sudah berusaha untuk menjauhi Yono, namun usaha itu selalu kandas karena Yono tidak menyerah mendekatinya. Dan Lina tidak ingin menjaga jarak secara frontal atau menjauhi Yono. Hubungan baik harus selalu dijaga.
Namun kemudian saya bertanya-tanya. Jika Lina serius ingin menjaga jarak dengan Yono, kenapa saat liputan dia selalu ingin diboncengi Yono. Padahal dia punya motor sendiri. Kekurang-tegasan Lina ini saya analisis bersama Rohim. Hasilnya, kami menyimpulkan Lina memanfaatkan Yono sebagai pengantarnya dalam melakukan liputan ke lapangan.
Selain itu, yang tidak disadari Lina—mungkin disadarinya namun tidak dia pedulikan—adalah kedekatan fisik—secara denotasi—dengan Yono. Tidak jarang saya dan teman-teman melihat mereka berduaan di sebuah ruangan dan tampak sibuk dengan laptop yang sering Lina bawa. Tampak seperti orang yang pacaran. Melihat ini saya dan teman-teman gerah tapi tidak bisa berbuat banyak. Saya hanya berdoa pada Tuhan agar keduanya sadar bahwa perilaku seperti itu, selain tidak sesuai dengan ajaran Islam, juga tidak sejalan dengan majalah Islam tempat mereka bekerja.
PADA SUATU masa yang berjalan agak lama, Lina merasa tersiksa dengan perilaku Yono. Tiap malam Yono mengiriminya puisi cinta. Perasaan suka itu tidak direspon Lina, tapi sepertinya Yono tidak mempedulikannya. Nana, teman kuliah Lina yang kadang main ke kantor, menasihatinya agar mengikuti jejaknya.
Sebelum menyukai Lina, Yono menyukai Nana. Itu dimulai ketika Nana, atas rekomendasi Lina, menjadi foto model Yono. Namun perasaan suka Yono berhenti ketika Nana mengatakan bahwa dia sedang menjalin hubungan dengan orang lain. Nana, yang kemudian juga akrab dengan saya, berkata bahwa itu strateginya agar tidak terus dikejar Yono. Dan ternyata berhasil!
Sejak Yono membombardir Lina dengan puisi-puisi cinta lewat kiriman SMS, saya jadi tempat curhat Lina. Saya merasa risih dengan kondisi ini, namun saya tidak bisa membiarkan seorang teman menderita. Saya hanya bisa menasihatinya agar sabar dan konsisten menjaga jarak dengannya.
Lina memang selanjutnya menjaga jarak dengan Yono. Dia tidak lagi mau diboncengi Yono saat liputan dan memilih naik motor sendiri. Masalahnya kini berpindah kepada saya. Yono, saya rasakan, cemburu pada saya.
Perasaan cemburu itu saya rasakan lewat perubahan sikapnya pada saya. Dia menjauhi saya. Dia tidak mau banyak bicara dengan saya. Lama-lama saya risih juga dan merasa menjadi korban konflik asmara. Terlebih ketika mengetahui, atas pengakuan Lina sendiri, dia mengatakan pada Yono bahwa dia sedang dekat dengan saya. Saya marah pada Lina. Sejak itu saya tidak mempedulikannya perihal hubungannya dengan Yono. Sebab, ternyata kemudian, Lina masih senang diboncengi Yono dan kadang berduaan di sebuah ruangan.
INILAH SALAH satu problema ketika muslimah bekerja; hubungan asmara. Bagi mereka yang belum menikah sebaiknya menjaga pergaulan dengan teman sekerja laki-laki. Tak sedikit hubungan asmara terjalin diawali lewat hubungan kerja. Imbasnya pada kinerja dan suasana kantor.
Adalah hal wajar ketika dua orang sering bertemu kualitas hubungannya meningkat. Akan timbul perasaan suka pada lelaki terhadap perempuan yang memberinya perhatian setiap waktu. Begitupula sebaliknya. Kendati perasaan itu selalu berusaha ditutup-tutupi, namun pada waktunya sulit dibendung.
Seorang muslimah yang bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) pernah bercerita pada saya. Katanya, banyak sekali PNS yang melakukan selingkuh baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Ini terjadi lantaran sedikitnya waktu bekerja mereka dan banyak dihabiskan untuk bercengkrama di ruang kerja maupun di luar kantor.
Sebagai seorang muslim yang belum menikah, perasaan suka walau selintas terhadap rekan kerja kadang menghinggapi saya. Namun karena saya punya komitmen untuk bekerja profesional dan menjaga diri dari pacaran, maka alhamdulillah perasaan itu selalu bisa saya kandaskan. Saya hingga menulis ini belum ingin menjalin hubungan asmara atau mencari jodoh dan setia dengan status jomblo. Jika prinsip ini juga dipegang para muslimah yang bekerja, yakni menjaga diri dan hati di manapun berada termasuk di tempat kerja, maka konflik asmara yang dialami teman saya Lina tidak akan terjadi.
2008
Leave a Reply