Spread the love

Sudah dibaca 1263 kali

“Aku tak rela! Ini tak boleh dibiarkan terus!” Memet melempar koran ke dinding. Wajahnya memerah seperti udang rebus baru diangkat dari kuali. Melihatnya, Cepi setengah takut.

“A, a… ada apa, Met? Ada yang bisa kubantu?”

“Kau tidak bisa bantu apa-apa, Cep! Aku pun juga tak bisa berbuat apa-apa! Masyarakat Indonesia pun belum tentu bisa mengubahnya! Ini sungguh sebuah pelanggaran terhadap semangat undang-undang dan pengkhianatan nyata terhadap kepercayaan rakyat macam kita. Aku tak rela!”

Ngemeng aja lu, Met! “Ya sudah, kalau begitu mending diam.”

“Aku menolak ditindas! Aku menolak dimiskinkan! Kita harus melawan sistem ini, Cep! Kita harus bersatu melawannya!” Suara Memet membara, menggetarkan nyali Cepi.

Cepi terdiam. Matanya mendelik menatap Memet. Hatinya berdendang. Ngemeng, ngemeng, ngemengTanda-tanda mau celeng… Ia lalu memungut koran di atas lantai. Sebentar bola matanya mondar-mandir pada baris-baris kata yang tercetak di koran lusuh itu. “Oh, soal ini…” 

“Begitulah!” sela Memet. “Tiga orang ini masih terima gaji dari lembaga DPR walaupun sudah mendekam di balik terali besi. Terlalu!” Yang dimaksud Memet, pertama, AS, mantan Wakil Sekjen partai bintang mercy, terpidana kasus korupsi di Kementerian Pendidikan nasional. Kedua, WON, kader partai berlambang matahari, terpidana kasus suap Dana Pembangunan Infrastruktur Daerah yang mantan anggota Badan Anggaran DPR. Ketiga, LHI, mantan Presiden partai berlambang bulan sabit, tersangka dalam kasus suap impor daging sapi. Ketiga partai sama-sama berlambang benda-benda di ruang angkasa.

Cepi mencoba menahan emosi usai membaca berita koran itu. “Di sini dikatakan, AS belum diberhentikan antarwaktu. WON berstatus berhenti sementara. Sedangkan LHI sudah berhenti dari DPR tapi belum ada serah terima dari partainya. Sesuai aturan DPR, kondisi tersebut tak mencabut hak mereka untuk menerima gaji bulanan. Aku setuju, kita harus melawan ini, Met! Aku tak rela duit pajak yang kubayar selama ini dimakan oleh mereka!”

“Aturan itu semena-mena, buruk, dan wajib dihapus! Kondisi ini sungguh mencederai hati rakyat macam kita, Met. Mana anggota partai lain yang masih loyal pada rakyat? Kenapa diam saja? Apa perlu aku muncul di Youtube seperti SD?”

Lebay amat lu, Met! Youtube dari Hongkong?!

Memet terus merepet. “Mestinya, duit yang selama ini mereka terima selama menjadi anggota DPR, termasuk gaji pascamasuk penjara, dikembalikan kepada negara. Mereka pun harus membayar kerugian immateril karena telah berkhianat kepada konstituennya.”

Cepi nyengir satir. “DPR bertugas membuat peraturan yang mengatur hajat hidup orang banyak, namun peraturan yang mengatur dirinya sendiri rapuh dan koruptif.”

“Aku sangat yakin, peraturan ini akan terus dipertahankan. Apalagi 90,5% dari mereka mencalonkan diri lagi sebagai caleg tahun depan. Ini yang membuatku tak rela! Kalau aku keluar nanti, aku akan menolak bayar pajak selama aturan itu tidak dihapus!”

“Memang kapan kamu keluar?”

“Ehm, aku tidak tahu.” Memet tampak ragu. “Yang penting diniatkan dulu.”

“Kalau begitu, aku juga punya niat. Sekeluar dari sini, aku akan mendirikan partai. Dengan begitu, aku bisa menghapus aturan itu. Aku pun akan membasmi korupsi dari muka bumi pertiwi!” Suara Cepi menggelegar seperti petir di siang bolong.

“Kamu yakin?” Memet menyungging sinis.

“Ehm, ehm, … nggak sih… Yang penting diniatkan dulu.”

Batam, Kepuauan Riau. 17 Mei 2013.