Spread the love

Sudah dibaca 102 kali

Jumat, 8 September 2023, di sebuah kamar Asrama Balai Penjaminan Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Sulawesi Tengah, Palu. Lelaki berbaju batik corak biru itu mengulas senyum sepanjang wawancara. Mohamad Yusuf namanya. Ia Fasilitator Sekolah Penggerak dari BPMP Provinsi Sulawesi Tengah. Senyum khasnya tak berubah kendati yang disampaikan adalah kegetiran dalam mendampingi enam sekolah penggerak di Kabupaten Banggai, ratusan kilometer dari Palu.

Perlu enam hari lima malam untuk menyambangi enam sekolah di empat kecamatan. Jarak antarkecamatan berjauhan. “Jadi starting-nya saya ambil yang jauh dulu, Toili, Luwuk, Toili, Bunta, baru pulang,” tambahnya. “Harus sekali jalan.”

Mohamad Yusuf merupakan salah satu dari lima narasumber yang saya wawancara di asrama itu, di sela sebuah acara. Narasumber lainnya yaitu Ardi Suhendra Adjbae (Guru SDN Mumpe, Kec. Simpang Raya, Kab. Banggai), Femi Widyawati (Kepala TK Negeri Banawa Gunung Bale, Kec. Banawa, Kab. Donggala, sebelumnya Kepsek TK Harapan Bunda Loli Tasiburi, Kec. Banawa, Kab. Donggala), Mu’jizat (Kepala SMAN 3 Sigi, Kab. Sigi), dan Heriwanti (Fasilitator Sekolah Penggerak dari BPMP Prov. Sulteng). Malamnya, saya mewawancarai Eliyanti, Anggota DPRD KOMISI IV Kabupaten Sigi dari Fraksi Demokrat, yang malam-malam menyempatkan hadir ke kantor BPMP Provinsi Sulawesi Tengah.

Total ada 17 narasumber di Sulawesi Tengah yang saya wawancara sejak 6—8 September 2023, termasuk Kepala BPMP Provinsi Sulawesi Tengah Sinar Alam, Wali Kota Palu Hadiyanto Rasyid, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Yudiawati V. Windarruslina, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Palu Hardi, Kepala Sekolah, guru, pengawas, dan siswa. Mewawancarai 17 narasumber dalam tiga hari bisa terlaksana atas bantuan Marnih Malkab, pegawai BPMP Provinsi Sulawesi Tengah, yang sangat cekatan membuat jadwal wawancara.

Tulisan hasil wawancara tentang Program Sekolah Penggerak (PSP) terangkum dalam buku Semburat Jingga di Ufuk Barat: Praktik Inspiratif Pelaksanaan Program Sekolah Penggerak Kerja Sama UPT, Pemda, dan Satuan Pendidikan (klik Buku). Buku ini memuat puluhan tulisan yang dibagi ke dalam dua bagian. Bagian I mengenai Transformasi Ekosistem Pendidikan. Bagian II dibagi ke dalam tiga ranah yaitu BBPMP/BPMP, Pemerintah Daerah, dan Satuan Pendidikan. Tiap ranah mewakili narasumber instansi/lembaga.

Buku ini merupakan edisi ke-2 setelah buku pertama berjudul Cahaya di Ufuk Timur, Perjalanan Transformasi Program Sekolah Penggerak Angkatan Kesatu Tahun Pertama yang terbit pada 2022 dan diluncurkan pada 2023 (klik Buku). Lokasi wawancara membentang dari Jakarta, Sumatra Selatan, Kalimantan Selatan, Sulawesi Tengah, dan Jawa Tengah. Narasumber berasal dari unsur Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah (Bulati, Wali Kota, Dinas Pendidikan Provinsi/Kabupaten/Kota), BBPMP/BPMP, Fasilitator PSP, Kepala Sekolah, Pengawas, Guru, dan siswa. Saya membentuk tim untuk terjun ke lapangan melakukan peliputan, wawancara, dan penulisan.

Memotret Realita

Jika buku pertama memotret pelaksanaan PSP di satuan pendidikan, buku kedua ini lebih luas jangkauannya, melibatkan Pemda dan Unit Pelaksana Teknis di daerah (BBPMP/BPMP) serta satuan pendidikan. Dengan melibatkan sejumlah pihak tersebut sebagai narasumber, diharapkan pelaksanaan PSP di satu daerah dapat terpotret secara komprehensif.

Kendati diterbitkan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (sekarang Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah), buku ini tak bermaksud menjadi pedoman atau panduan pelaksanaan PSP. Sama seperti edisi pertama, buku ini hendak memotret apa adanya pelaksanaan PSP di daerah. Hal ini termasuk tantangan dan kendala yang dihadapi para pelaku serta solusi atas beragam masalah yang muncul berbeda-beda di tiap daerah.

Tak ada tendensi bahwa buku ini menjadi kumpulan praktik baik PSP. Sebaliknya, buku ini mencoba mengeksplorasi beragam peristiwa dan tantangan yang dihadapi para pelaku dan upaya mereka untuk menghadapinya. Bagaimanapun, sebagai sebuah program prioritas Kemendikbudristek, selalu ada tantangan yang dihadapi. Tak ada usaha yang mudah. Keberhasilan muncul setelah beragam tantangan diselesaikan secara “berdarah-darah”.

Gaya Feature  

Seperti buku kesatu, buku kedua ini ditulis dengan gaya feature. Sebuah gaya penulisan dalam jurnalistik yang mengangkat aspek manusiawi pelaku (narasumber) seperti kesedihan, kecemasan, dan kegembiraan. Ini bukan hal mudah namun penerimaan buku kesatu oleh Dirjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen Iwan Syahril, dilanjutkan penerbitan buku PSP lainnya oleh Satuan Kerja di lingkungan Ditjen PAUD, Dikdas, dan Dikmen dengan nuansa feature, menjadi motivasi tersendiri dalam menulis buku ini.

Oleh karena itu, sejak awal, saya sebagai ketua tim menekankan kepada anggota tim untuk memotret secara dekat aspek manusiawi yang dialami oleh narasumber. Unsur adegan dan detail turut diperhatikan saat proses wawancara.

Bagi saya, dapat menulis dengan gaya feature untuk buku terbitan pemerintah menjadi kebanggaan tersendiri. Sebab, selama ini, umumnya, buku terbitan pemerintah ditulis secara formal dan bahasa baku—tidak selentur tulisan jurnalistik.

Pengalaman Mengesankan

Kami sebagai tim peliput plus penulis menemukan pengalaman berharga dari para narasumber. Bagaimanapun, desain penyelenggaraan PSP agak berbeda dari program lain sebelum era Nadiem Anwar Makarim. Program ini hanya diikuti oleh satuan pendidikan yang memang siap. Kepala sekolah yang tertarik ikut akan mengikuti sejumlah tes seleksi. Setelah lolos seleksi, mereka dan guru akan mengikuti sejumlah pelatihan baik secara luring maupun selama beberapa bulan.

Berbagai kendala terjadi terutama di daerah kepulauan dan perbatasan yang sulit mengakses jaringan internet. Mereka harus bersusah payah mencari sinyal demi dapat mengikuti seleksi dan pelatihan.

Dengan narasumber BBPMP/BPMP dan Pemda, dapat diketahui kesulitan yang dialami kedua lembaga tersebut dalam menjalankan PSP. Pola advokasi dan pendampingan oleh BBPMP/BPMP di tiap daerah berbeda. Setiap kepala daerah punya karakteristik dan harapan masing-masing.

Pemotongan Halaman

Peliputan, penulisan, editing, dan lay out buku sebenarnya selesai pada Desember 2023—sekitar 5 bulan pengerjaan. Namun proses editing yang panjang oleh Tim PDM-01 yang mengawal PSP, revisi, dan permintaan tanda tangan Dirjen dan Menteri membuat penerbitan buku ini kelar di akhir 2024.

Awalnya, buku dibuat dengan tebal 300-an halaman. Dengan 80-an narasumber. Namun, atas masukan dari Supervisor PSP dan Tim PDM-01, ketebalan buku ini harus dikurangi. Terpaksa sejumlah tulisan diturunkan dan narasumbernya berkurang.

Buku yang memotret hasil program Kementerian sebaiknya dituangkan dalam bentuk peliputan seperti ini. Bagaimanapun Pemerintah perlu tahu kondisi riil lapangan setelah program yang diusungnya dijalankan. Potret keberhasilan, kegagalan, dan tantangan menjadi masukan berharga bagi penyusunan bahan kebijakan di masa mendatang.

Selain itu, buku yang enak dibaca ini dapat menjadi referensi bagi sekolah, Pemda, dan masyarakat luas dalam menilai keberhasilan (atau kegagalan) program pemerintah. Setidaknya ada “dokumentasi hidup” dalam bentuk buku yang dapat menjadi referensi dan tinjauan di tahun-tahun berikutnya.*